Sebulan sekali berwisata boga di restoran, café, toko roti seputar Jagobeta (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi) dan Depok selalu kami – saya dan teman semasa kuliah, Tira dan Risa – sempatkan. Tapi ketika musim buah hutan tiba, di akhir dan awal tahun, Desember-Februari, kami selalu menghubungi Taman Wisata Mekarsari.
Pada Desember 2008, misalnya, kami benar-benar dimanjakan. Dalam sekali kunjungan bisa menikmati panen raya aneka durian, manggis, rambutan dan lengkeng bersamaan! Tapi setahun kemudian, para buah ternyata sedikit menggeser masa matangnya.
Rambutan dan durian panen selama pertengahan Desember – pertengahan Januari. Sementara manggis panen raya pada pertengahan Januari. Tapi seperti diagram Venn, selalu ada wilayah abu-abu. Selalu ada satu dua pohon yang berbuah lebih dahulu atau paling akhir. Jadi, kali ini, kami menghitung hari kunjungan, agar kira-kira bisa mencicip beberapa jenis buah, walau tak di puncak panen raya.
Pada Januari 2010, kami ‘pemanasan’ dulu dengan Tur Kopi dan Cokelat. Mas Agus, si pemandu, dengan sabar mengantar dan menunjukkan serba-serbi buah cokelat yang ketika masih menggantung di pohonnya mirip bola rugby itu. Akhirnya saya bisa mencicipi rasa asli buah cokelat yang putih manis asam itu. Usai menyuruput minuman cokelat hangat segar dari kebun sendiri itu, gairah pun memuncak ke paket sasaran utama: si raja buah tropis, durian!
Di sini sedikitnya ada 25 varietas durian dari berbagai daerah. Durian hepe dari Jonggol, berdaging tebal dan biji gepeng (hepe). Durian Soekarno jadi julukan durian lokal kesayangan presiden pertama RI itu ketika dibuang ke Pulau Bangka di masa Perang Kemerdekaan 1948-49. Cita rasanya memenuhi selera sebagian besar penggemar durian Tanah Air: kering, legit, beralkohol tinggi. Meski begini, ada pilihan bagi yang ingin menikmati durian tapi takut kadar tinggi lemaknya. Durian Lai Mas si rendah kolesterol. Daging buah kecoklatan, rasanya, cukup manis.
AF Margianasari, Kabag Kebun Produksi & Penelitian Mekarsari tersenyum, “Durian itu buah asli Indonesia yang menyebar ke negara lain. Di Keraton Lombok, durian ditanam berdampingan dengan manggis. Dari daerah ini bahkan ada durian tanpa duri.”
Awal 2010, tim ekspedisi Mekasari ‘menemukan’ 13 jenis durian dari Sanggau, Kalimantan Barat. Pohon-pohon induk durian unggulan di perbatasan dengan Malaysia itu diupayakan keras diselamatkan dari penebangan liar.
Kami berharap, tahun-tahun depan sudah bisa mencicipi hasil budidaya Mekarsar akan durian ‘baru’ ini macam durian parong yang besar dan citarasanya mirip montong, dan durian terong yang kecil tapi tebal dan legit. Membayangkannya saja, air liur saya langsung menitik ….
Kami beruntung bertemu Pak Joko Sugono, Kasie Kebun Produksi. Mungkin karena kami cerewet bertanya-tanya, Pak Joko mengajak ke kebun manggis. Walau belum panen raya, kami bisa menetralisir durian dengan sebuah manggis, termasuk manggis langka dari Kalimantan, mundar (Garcinia forbesii) yang besar dan warna kulitnya mirip lobi-lobi (Flacourtia inermis), tapi daging buahnya mirip dengan manggis biasa.
Kami sempat pula ke kebun rambutan, menikmati sisa-sisa panen raya rambutan si koneng (yang kulitnya tetap kuning tak memerah saat matang), rambutan klitik yang mirip rapiah alias aceh pelat – disebut pelat karena kulit luar punya sigar sebagai ciri khas, sudah manis walau kulit luar masih hijau.
Seluas 264 hektare jadi taman buah terbesar di Indonesia, bahkan Asia, kini Taman Wisata Mekarsari menghijau oleh lebih dari 100.000 tanaman dari sedikitnya 78 famili, 362 spesies, 1.463 varietas. Jadi, kalau ingin mencicipi buah musiman, mesti datang berkali-kali.
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR