Nationalgeographic.co.id—Cerita dalam masyarakat Subang tertuju pada legenda wanita yang berperan besar terhadap penyebaran agama Islam di wilayah Pasundan (Sunda). "Kisah Subang Larang telah menginspirasi dan menjadi memori kolektif di masyarakat Subang," tulis Mamay Ayu Annisa.
Ia menjelaskan tentang kisah keteladanan Subang Larang dalam tulisannya yang dimuat dalam jurnal Riksa Bahasa, berjudul Nilai Karakter dalam Cerita Rakyat Subang Larang, publikasi tahun 2015.
"Nyai Subang Larang bernama asli Kubang Kencana Ningrum, yang lahir sekitar tahun 1404," tulisnya. Kisah Nyai Subang Larang tercatat dalam Carita Purwaka Caruban Nagari (CPCN), karya Pangeran Arya Cerbon yang digubahnya pada 1720.
Memasuki abad ke-15, tepatnya pada tahun 1415, pasukan Laksamana Zheng He (Cheng Ho) bersama armadanya dari Cina tiba di Muara Jati. "Mereka yang beragama Islam di Muara Jati, diperkirakan telah membawa pengaruhnya, menandai ajaran Islam mulai dikenal di sana," tulis Much Luthfi Fauzan Nugraha.
Ia bersama dengan Dadang Sundawa dan Muhamad Iqbal, menulis tentang catatan sejarah dalam Carita Purwaka Caruban Nagari, dalam International Journal Pedagogy of Social Studies. Tulisannya berjudul The Existence of Nay Subang Larang as a Source of Value Education in Adolescents in Subang District, publikasi tahun 2020.
"Sekitar tiga tahun berselang, tepatnya pada tahun 1418, seorang ulama Islam bernama Syekh Hasanuddin bin Yusuf Sidik, tiba di Muara Jati yang menumpang perahu dagang dari Campa," tulisnya. Pengaruh Islam semakin pekat disana.
Baca Juga: Temuan Fosil Stegodon trigonocephalus di Sumedang Siap Direkonstruksi
"Ki Gedeng Tapa adalah ayah dari Nyai Subang Larang, merupakan syahbandar (pejabat pemerintah) di pelabuhan Muara Jati, sebuah pelabuhan penting di utara Jawa Barat," tambahnya. Dari Muara Jati, diperkirakan Ki Gedeng Tapa dan keturunannya mulai mengenal Islam.
"Kemudian Syekh Hasanudin pergi ke Karawang dan mendirikan pasantren di daerah Pura, Desa Talagasari, Karawang, bernama Pesantren Quro," lanjutnya. Dari pesantrennya, Syekh Hasanudin kemudian dikenal sebagai Syekh Quro.
Ki Gendeng Tapa menitipkan anaknya, Kubang Kencana Ningrum, untuk belajar Islam kepada Syekh Quro. "Ia belajar Islam selama 2 tahun bersama Syekh Quro. Di tempat inilah Syekh Quro memberikan gelar Sub Ang larang (Pahlawan berkuda) kepadanya," terang Nugraha dalam tulisannya.
Sekitar tahun 1420 Subang Larang Kembali ke Muara Jati. Setelah kepulangannya, dua tahun kemudian, ia semakin dikenal tatar Sunda. "Ia dipersunting pada tahun 1422, sebagai selir permaisuri oleh raja paling sohor dimasanya, yaitu Prabu Siliwangi. Ia merupakan penguasa dan raja terbesar dari Kerajaan Pajajaran," tulis Herwig Zahorka.
Zahorka menulis kisah kesohoran Subang Larang dalam bukunya berjudul The Sunda Kingdom of West Java: From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor. Bukunya diterbitkan pada 2007 silam.
Menariknya, Subang Larang adalah satu-satunya istri Raja Pajajaran yang memeluk agama Islam. "Ia adalah satu-satunya selir beragama Islam, ditengah lingkungan Kerajaan Hindu (Pajajaran)," lanjut Zahorka.
Baca Juga: Jelajah Tengara-Tengara Cirebon
Meski begitu, Subang Larang tetap berpegang teguh dalam keyakinannya dan tak goyah sedikitpun. "Ia menginspirasi melalui kekuatan imannya, menjunjung toleransi ditengah keberagaman. Ia tidak merubah penampilannya, sehingga terpancar inner beauty dalam dirinya," tambahnya.
Catatan Uka Tjandrasasmita, dalam bukunya yang berjudul Jakarta Raya dan Sekitarnya: Dari Zaman Pra Sejarah hingga Kerajaan Pajajaran, terbitan tahun 1977. Menyebut tentang awal mula ketertarikan Prabu Siliwangi kepada Subang Larang.
"Prabu Siliwangi jatuh hati setelah mendengar keindahan suara dari lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan oleh wanita berparas cantik jelita bernama Nyai Subang Larang," tulis Tjandrasasmita dalam bukunya.
Seterusnya, dia juga melahirkan para penyebar ajaran Islam di Jawa Barat seperti Raden Kian Santang, Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana), dan Rara Santang (ibu Sunan Gunung Jati). "Mereka dididik dengan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam meskipun hidup di lingkumgan Hindu" tambahnya.
Tjandrasasmita meneruskan, bahwa mereka diajarkan untuk hidup disiplin, mandiri, serta menjadi orang-orang yang jujur dan menjauhkan dari sifat-sifat kebohongan. Kisahnya itu menginspirasi rakyat Subang.
Sosok yang bijaksana, lemah lembut dan sederhana menjadi nilai karakter yang diteladani oleh banyak masyarakat Sunda. Tak pelak, catatan Citra Kabupaten Subang dalam Arsip Nasional Republik Indonesia pada tahun 2015, disebutkan bahwa nama Kabupaten Subang diambil dari namanya.
Pengakuan itu diperkuat dengan ditemukannya situs Nyi Subang Larang di Teluk Agung, Desa Nagerang, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, Jawa Barat pada 1979 dan 1981 di daerah Teluk Agung dan Muara Jati oleh Abah Roheman, warga setempat.
Source | : | International Journal Pedagogy of Social Studies |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR