Katanya melanjutkan, zaman penjajahan Jepang adalah zaman perubahan ketika emas ditemukan di Juifen. Pertambangan emas yang mulai dibuka sejak 1893 merubah wajah desa di pegunungan ini menjadi desa tambang.
Kini, bangunan-bangunan tua banyak yang difungsikan sebagai toko atau hotel. Penduduk Juifen biasanya menyebut penginapan sebagai Jiufen minsu karena pemandangannya yang indah dimalam hari. Ditemani lampion, udara segar serta minuman hangat akan membuat malam serasa singkat.
Bangunan tua sudah direhabilitasi sedemikian rupa sehingga menyajikan wisata sejarah tambang yang penuh cerita menarik.
Saya menaiki tangga yang berundah-undak menuju puncak Juifen. Anak tangga ditata berbelok-belok sesuai dengan kondisi kontur sehingga tidak menyulitkan pejalan kaki. Untuk menghindari longsor, tangga dibuat dari coran semen dengan corak yang beragam. Sebagian anak tangga ada yang dilapisi batu alam, lainnya ada juga yang bercorak ukiran garis-garis lurus maupun kotak-kotak supaya tidak licin.
Sepanjang sisi kiri kanan tangga, bangunan bergaya tradisional Jepang jamak dijumpai di wilayah ini. Rumah-rumah berbahan kayu dengan atap yang melengkung merupakan corak utama.
Di banyak bangunan, mereka memasang talang air serta aksesoris berbahan bambu. Menurut Apple Lu, hal ini menandakan bahwa kehidupan masyarakat zaman dulu yang menunjukkan kedekatan emosianal diantara penghuni bangunan.
‘Kota Kesedihan’
Saya mencoba menuruni ratusan bahkan ribuan anak tangga. Tiba-tiba rombongan para volunteer Universitas Chung Hua mengejutkan saya dari belakang.
“Seharusnya kamu sedih, bukan terkejut. Karena ini adalah kota kesedihan,” cetus salah seorang dari mereka.
Cerita kota kesediahan bermula dari sebuah film yang dibintangi oleh aktor Tony Leung berjudul A City of Sadness. Dari informasi yang coba saya kumpulkan, film ini pertama kali film ini dirilis di Venice Film Festival pada 4 September 1989. Sebulan kemudian barulah dirilis di Taiwan. Film ini berlatar Juifen.
Saya mengunjungi Shengping Theater yang merupakan bioskop modern tertua di Taiwan.
Dibangun sejak 1914 dengan gaya arsitektur Jepang. Dulunya Shengping Theater merupakan salah satu tempat hiburan paling wah bagi para pekerja tambang. Kini, teater ini hanya difungsikan sebagai museum dengan memutar film-film klasik.
Saya masuk ke teater ini jam 4.48 persis ketika scene terakhir A City of Sadness sedang menayangkan adegan makan antara beberapa orang laki-laki.
Dengan sedikit menyesal karena terlambat, saya mencoba memperhatikan sekeliling teater. Sebuah pemutar film antik berada di panggung belakang. Sulit disentuh karena diberi pembatas dari rantai besi.
Dari informasi yang saya kumpulkan, film berdurasi 157 menit ini mengisahkan pengalaman keluarga Lin semasa terror putih Pemerintahan Kuomintang pada akhir tahun 1940-an.
Selanjutnya, film-film lainnya dibuat dengan latar Juifen seperti film animasi Jepang Spirited Away tahun 2001 dan drama Korea On Air tahun 2007.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR