Profesor Shigeki Nakagome, seorang peneliti di School of Medicine di Trinity College Dublin kepada Trinity News mengatakan, para peneliti telah belajar lebih banyak tentang budaya periode Jomon, Yayoi, dan Kofun karena semakin banyak artefak kuno muncul. Tapi sebelum penelitian mereka dilakukan, mereka tahu relatif sedikit tentang asal-usul genetik dan dampak dari transisi pertanian dan keadaan selanjutnya.
"Kita sekarang tahu bahwa nenek moyang yang berasal dari masing-masing fase mencari makan, agraris, dan pembentukan negara memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan populasi Jepang saat ini," katanya.
Pada penelitian ini, para peneliti mengurutkan 12 genom Jepang kuno yang berasal dari 8.000 tahun pra dan protosejarah kepulauan Jepang. Sedangkan 5 genom lagi dari penelitian sebelumnya. Studi tersebut menunjukkan bahwa orang-orang Jepang memiliki tanda genetik dari tiga populasi kuno, bukan hanya dua seperti yang diperkirakan sebelumnya.
Baca Juga: Ubasute, Praktik Membuang Orang Tua dalam Cerita Rakyat Jepang
"Sepengetahuan kami, ini adalah kumpulan genom bercap waktu terbesar dari kepulauan (ini), termasuk individu Jomon tertua dan data genom pertama dari periode kekaisaran Kofun," kata peneliti.
Para peneliti juga memasukan lima genom Jepang prasejarah yang diterbitkan dalam analisis mereka. Tiga individu Jomon serta dua individu berusia 2.000 tahun yang terkait dengan budaya Yayoi dari bagian barat laut Pulau Kyushu.
Selain penemuan menyeluruh tersebut, para peneliti menemukan bahwa Jomon mempertahankan ukuran populasi efektif kecil sekitar 1.000 selama beberapa milenium, dengan perbedaan yang mendalam dari populasi benua pada 20.000-15.000 tahun yang lalu. Periode itu melihat Jepang secara geografis sebagai kepulauan, melalui naiknya permukaan laut.
Baca Juga: Shinigami, Dewa Kematian dalam Cerita Rakyat dan Budaya Pop Jepang
Source | : | Science Advances,Trinity College Dublin |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR