Nationalgeographic.co.id—Pertunjukan sulap masih menjadi tontonan yang menarik hingga hari ini. Tapi tahukah anda, bahwa jauh sebelum masehi telah ada kisah tentang pertunjukan sulap yang mungkin menjadi sulap pertama dan tertua di muka bumi?
W. M. Flinders Petrie dalam bukunya berjudul Egyptian Tales, First Series, IVth To XIIth Dynasty, terbit pada 2005. Bukunya menceritakan salah satu fenomena menggelitik, adanya legenda sulap Djedi di Mesir Kuno.
"Mesir Kuno tengah dilenakan dengan kisah-kisah para magician atau sulap," tulisnya. Raja Khufu (Pharaoh) sendiri telah terkesima dengan adanya kisah Zazamankh di masa lampau yang diduga sebagai dongeng belaka. Saat itu, 2700 tahun SM, saat Raja Khufu tengah berkuasa di Mesir.
Khufu meminta seseorang di istana untuk menceritakan kisah tentang sulap. Anak dari Khufu, Baufra kemudian mulai mengisahkan tentang seorang pesulap yang hidup di era kakeknya saat masih hidup. "Ceritanya ia dapat dari para pengawal istana yang turun temurun sampai kepadanya," tambah Petrie.
"Kala itu Raja Snefru (ayah dari Khufu dan Kakek dari Baufra) telah bersenang-senang dengan 20 gadis diatas perahu yang dikemudikan di atas danau yang tenang dan indah," Baufra mengisahkan dalam tulisannya.
"Sampai suatu waktu, sebuah pirus (batu permata) salah satu gadis itu terjatuh ke dasar danau, sehingga merusak kebahagiaan seisi perahu. Kemudian Snefru memerintahkan kepada Zazamankh, untuk mengambilkan pirus itu dengan caranya sendiri" tulis Petrie.
Baca Juga: Narmer atau Menes, Firaun Pertama Yang Berhasil Menyatukan Mesir
"Secara menakjubkan, dengan kata-kata dan ucapan yang indah, Zazamankh membuat air danau naik, membuat pirus itu dapat diambilnya dari dasar danau," pungkasnya. Baufra mengisahkan itu kepada ayahandanya dan membuat Khufu terkesima.
Namun, putra Khufu yang lain, Hordadef beranjak dan mengatakan kalau kisah itu mungkin hanya dongeng belaka. Ia meyakini bahwa ada pesulap asli yang hidup dimasanya, kala itu. "Khufu kemudian memintanya untuk memanggil orang yang Hordadef maksud" lanjut Petrie.
"Hordadef menyebut nama Djedi, sebagai pesulap yang ia ketahui dan akan ia tunjukan kepada ayahandanya, Raja Khufu," tulis Jamse Baikie. Ia menulis dalam artikelnya kepada Heritage History, ikut mengisahkan tentang Djedi dan pertunjukan sulapnya. Artikel tersebut dirilis pada tahun 2020 dengan judul Peeps at Ancient Egypt: Some Fairy-Tale of Long Ago.
"Namanya Djedi. Dia berusia seratus sepuluh tahun, dan setiap hari dia makan lima ratus roti, dan satu sisi daging sapi, dan minum seratus kendi bir. Dia tahu cara menyatukan kembali kepala yang telah dipenggal," Hordadef mengisahkan dalam tulisan Baikie.
"Dia tahu bagaimana membuat singa gurun mengikutinya, dan dia tahu rencana rumah Tuhan yang sudah lama ingin kamu ketahui," lanjutnya. Kemudian Raja Khufu mengirim Pangeran Hordadef untuk membawa Djedi kepadanya.
Sesampainya Djedi di istana, terjadi dialog antara Khufu dengannya. Djedi meminta angsa untuk menunjukan kemampuannya, sebagaimana raja telah menginginkan hal yang diceritakan Hordadef, terjadi di depan matanya.
Baca Juga: Arkeolog Menemukan Alat-Alat Ritual Pemuja Dewi Hator di Kuil Firaun
"Kepala angsa itu dipotong, bagian kepala dibaringkan di sisi timur aula, dan tubuhnya di bagian barat. Kemudian Djedi bangkit, lalu mengucapkan kata-kata yang indah (jampi-jampi)," tulis Baikie.
Semua terkejut, terperangah menyaksikan bagian kepala dan tubuh angsa yang telah terpenggal, perlahan merangkan mencari satu sama lain. "Mereka (kepala dan tubuh angsa) bergabung bersama di depan singgasana Yang Mulia, lalu angsa itu berdiri dan tertawa," Baikie melanjutkan.
"Ketika Dedi telah menyatukan kembali kepalanya yang telah dipenggal dari seekor lembu, dan lembu itu mengikutinya sambil merunduk" pungkasnya. Kisah ini turun temurun dan melegenda, bahkan beberapa manuskrip juga menghisahkan kisah Djedi sebagai pesulap tertua di muka bumi.
Baca Juga: Kehebatan Kereta Perang Mesir Kuno Alias Tank Andalan Para Firaun
Source | : | The Heritage History |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR