Longsor salah satu bencana paling mematikan di Indonesia sehingga mendesak dimitigasi. Sejak 2012 hingga pertengahan 2014, longsor menewaskan 369 orang dan menyebabkan 16.332 orang luka-luka. Selasa (17/6), longsor kembali terjadi dan menewaskan tujuh warga Bogor, Jawa Barat.
Longsor menimbun lima rumah di Kampung Neglasari, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Selasa pukul 01.30. ”Enam orang ditemukan meninggal, 7 orang selamat, dan 3 orang masih dicari,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho. Data terakhir menyebutkan korban tewas 7 orang.
Menurut Sutopo, lima rumah warga dibangun di daerah rawan longsor berkemiringan 40-50 derajat. ”Longsor dipicu hujan deras sejak Senin malam. Masyarakat di daerah rawan longsor agar waspada karena BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) memprediksi, hujan berintensitas tinggi masih berpeluang di beberapa wilayah,” kata dia.
Tiga tahun terakhir, menurut Sutopo, longsor jadi bencana paling banyak menimbulkan korban jiwa. Berdasarkan data BNPB, sejak 2022 hingga pertengahan 2014, longsor terjadi 705 kali menyebabkan korban tewas 369 dan 16.332 luka.
Jumlah rumah rusak berat mencapai 1.618 dan pengungsi akibat longsor 27.135 orang. Longsor juga merusak 26 sekolah, 4 fasilitas kesehatan, dan 49 rumah ibadah.
Sepanjang 2012 longsor terjadi 291 kali, tahun 2013 ada 296 kali, dan hingga Juni 2014 terjadi 118 kali. Dari kejadian ini, Jawa Barat merupakan kawasan yang paling banyak dilanda longsor. ”Separuh penduduk Indonesia, sekitar 124 juta jiwa tinggal di daerah rawan longsor di 274 kabupaten/kota,” kata dia.
Deteksi dini
Menurut ahli longsor dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan UGM Teuku Faisal Fathani, potensi bencana longsor sebenarnya dapat dipetakan dengan mempertimbangkan kondisi geomorfologi, geologi, tata guna lahan, dan curah hujannya. Namun, mengingat sumber longsor dan area terdampaknya relatif kecil dibanding bencana lain (gempa, banjir, gunung api, tsunami), hingga kini sulit memprediksi longsor terjadi di mana, kapan, dan seberapa besar.
”Maka, rencana mitigasi harus didahului survei investigasi detail untuk menentukan daerah mana paling tinggi risiko longsor,” kata Faisal, yang juga Koordinator World Center of Excellence bidang Pengurangan Risiko Bencana Longsor (ICL-UNESCO).
Mitigasi longsor bisa struktural dan nonstruktural. Struktural terkait keteknikan, nonstruktural lebih ke sosialisasi dan pemetaan risiko.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR