Setelah sisik dibersihkan, tulang sirip dipotong, Uriyati melucuti daging bandeng dari kulitnya. Bandeng itu kini tinggal kepala dan lapisan kulit tanpa daging. Butuh tangan terampil buat mencabut daging tanpa mengoyak kulit dengan kepala bandeng yang tetap utuh.
Duri-duri disisihkan dan daging bandeng yang masih segar itu lantas digiling. Setelah dicampur dengan bumbu, daging kembali dimasukkan ke dalam tubuh bandeng. Bandeng kembali utuh, namun berisi daging berbumbu tanpa duri.
Di teras belakang rumah milik Arga Wijaya di Tambaksari, Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat, tangan-tangan terampil lima ibu mengolah 30 kilogram ikan bandeng. Mereka mengolah bandeng gepuk atau \'bapuk\' gurih dan lezat. "Ini disebut bandeng gepuk atau sate bandeng," jelas Uriyati.
Semula, Uriyati kesulitan mengambil daging tanpa merusak kulit bandeng. "Pernah dengan cara digepuk, kulitnya malah hancur," jelas Rumsinah. Ada juga dengan merendam bandeng di dalam air. "Lebih mudah, tapi dagingnya tidak segar," imbuh Rumsinah. Selain bandeng gepuk, kelompok ibu-ibu ini juga mengolah bandeng menjadi sosis dan nuget.
Setelah mengikuti latihan membuat bandeng gepuk di Cirebon, Rumsinah dan kawan-kawannya baru mengerti melucuti daging bandeng. "Kita khan belajar terus," katanya sembari tertawa renyah.
Usaha kecil yang dirintis tiga tahun lalu ini kini berdikari dengan memproduksi bandeng gepuk. Rata-rata 30 kilogram sebulan dengan keuntungan bisa Rp 3 juta.
Dari laba itu, sebagian dipotong untuk biaya listrik dan iuran sebesar Rp 420 ribu. "Uang iuran untuk biaya perbaikan kompor, ember atau alat-alat masak yang rusak," kata Emi Sarmi, bendahara kelompok. Sisa laba lalu dibagi rata untuk lima anggota.
Kendati belum seberapa, kaum ibu Tambaksari ini mensyukuri pendapatan dari usaha bandeng olahan. "Bisa untuk kebutuhan sehari-hari, atau biaya sekolah. Kita ingin membantu suami dan berkeluarga secara benar. Meski hanya lulusan sekolah dasar, tapi punya ketrampilan," ujar Emi Sarmi.
Saat banyak permintaan, seperti bulan puasa dan lebaran, Emi Sarmi dan kawan-kawan bisa membawa pulang Rp 1,5 juta. "Senang kalau pendapatan banyak. Karena itu, kita ingin terus memasarkan bandeng gepuk," imbuh Emi Sarmi.
Selama ini, pemasaran masih dari mulut ke mulut. Para pembeli biasa datang sendiri ke tempat produksi. Lantaran itulah, didukung oleh PT Pertamina EP, bandeng gepuk bermerek C 73 ini terus dipasarkan melalui berbagai kesempatan. C 73 singkatan dari Kampung Cikeris RT 7 RW 3, domisili rumah produksi bandeng olahan ini. "Pada bulan Mei lalu, kita pameran di Cirebon," papar Emi Sarmi.
PT Pertamina EP membekali stan kecil sebagai tempat pamer yang bisa dibawa ke mana pun dan akomodasi selama pameran. Dukungan yang telah dimulai sejak usaha olahan ini dimulai adalah wujud komitmen PT Pertamina EP yang terintegrasi dengan bisnis beretika yang mengedepankan People, Profit dan Planet.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR