Mengemis bagi para pelakunya, tidak terkecuali warga Desa Pragaan Daya, saat ini lebih banyak unsur budayanya. Memang pada awalnya mengemis ini tidak jauh-jauh dari masalah ekonomi. Namun belakangan, faktor itu bergeser menjadi etos yang kaitannya dengan budaya.
Mengapa demikian? Setelah mereka memiliki kemampuan finansial atau kekayaan, tidak selalu kemudian berhenti mengemis. Ada yang masih mempertahankan mengemis menjadi profesi. Nah, kondisi ini lebih disebabkan karena etos kerja. Mudahnya mendapatkan uang dengan mengemis, membuat etos kerja warga di sana menjadi menurun.
Dengan demikian perlu pendekatan budaya untuk membenahi mental pengemis. Mental inilah yang kemudian mempengaruhi etos kerja. Ketika mentalnya sembuh, maka etos kerjanya akan membaik.
Kita tidak harus menghakimi mereka dengan mengatakan mengemis itu perbuatan tidak baik. Saya rasa mereka mengerti itu. Di agama jelas kalau mengemis itu salah. Begitu pula secara sosial. Mereka tahu itu.
Jadi, perbaikan mental atau pendekatan budaya dalam benahi pengemis itu harus dilakukan secara bertahap. Pun tidak selalu bisa melalui jalur pendidikan gaya pemerintah atau formal.
Kuncinya menurut saya malah ada di tokoh-tokoh masyarakat di sana. Dekati tokoh masyarakat dan ajak mereka berbicara dari hati ke hati. Saya yakin, ketika tokoh-tokoh mereka bisa dipegang, masyarakat akan mengikuti. Itulah pentingnya pendidikan non-formal.
Beri para tokoh ini peran. Pemerintah jangan selalu memposisikan diri sebagai pihak yang selalu benar. Dengan memberikan peran kepada para tokoh masyarakat, pemerintah sudah memberikan kesempatan kepada masyarakat itu sendiri untuk pemberdayaan diri.
Saya lihat, pendekatan pemerintah kurang maksimal. Selama ini, pendekatan kultur kurang begitu diperhatikan. Selalu saja pendekatannya lebih banyak mereka (para pengemis) ini miskin dan butuh modal. Bagi saya itu tidak akan memutus lingkaran masalah.
Setelah mental dibenahi, barulah kita memberikan solusi praktis kepada mereka. Yakni bagaimana menjawab masalah ekonomi mereka setelah lepas sebagai pengemis. Pemerintah harus membuka lapangan pekerjaan bagi mereka.
Pendidikan juga diperbaiki. Tujuannya, agar warga di sana bisa bersaing di dunia kerja. Memang penanganan masalah ini tidak bisa satu-dua tahun.
Perlu waktu yang lama untuk mengubah tradisi. Tetapi bukan hal yang mustahil.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR