Nationalgeographic.co.id-Bayi Pterosaurus ataupun tukik memiliki sayap yang berfungsi untuk terbang. Hal ini sudah dapat dilihat dari embrio yang hampir menetas mempunyai tulang sayap yang memiliki bentuk konsisten untuk terbang. Pterosaurus umumnya dapat terbang saat menetas hal ini diungkapkan David Unwin dalam bukunya yang berjudul “The Pterosaurs from Deep Time”.
“Burung yang mampu bergerak dalam beberapa jam biasanya disebut precocial sedangkan mereka yang bisa melakukan hal lebih setelah menetas disebut superprecocial, dan Pterosaurus termasuk dalam superprecocial,” ujar Unwin dalam penelitiannya.
Namun hal ini ditentang oleh penelitian lain yang mengatakan bahwa sebenarnya bayi Pterosaurus tidak dapat terbang sesaat setelah menetas. Kebanyakan dari mereka hanya bisa melakukan hal-hal di darat sebagai remaja muda dan hanya mampu terbang ketika mencapai 50% atau lebih dari ukuran dewasa.
Jadi apakah sebenarnya bayi Pterosaurus bisa terbang sesaat setelah lahir?
Mark Witton dan rekannya mengumpulkan data untuk membuktikan apa yang sebenarnya dilakukan oleh bayi-bayi Pterosaurus ini. Mereka melakukan analisis hipotesis dengan dua konsep mengenai skema terbang ataupun meluncur dan kekuatan tulang pada sayap bayi Pterosaurus. Hipotesis yang diambil adalah jika bayi Pterosaurus ini tidak bisa terbang maka sayap mereka tidak bisa digunakan untuk meluncur, begitu juga dengan bentuk sayap nya seharusnya tidak bisa mengepak dengan benar.
Hasil penelitian terbaru yang ditemukan oleh Mark Witton and Liz Martin Silverstone mereka berusaha menunjukkan bahwa sebenarnya bayi-bayi Pterosaurus memiliki tulang yang cukup kuat untuk terbang. Hal ini terlihat dari luas sayap dan massa pada bayi pterosaurus yang menunjukkan bahwa mereka sangat terampil untuk terbang dan meluncur dari ketinggian. Sayap bayi-bayi ini terlihat lebih cocok untuk penerbangan yang aktif daripada luncuran jarak pendek yang tidak mengepakkan sayapnya.
“Kami juga mengumpulkan data tentang dimensi Pterosaurus humeri remaja, dan ini membuat kami berasumsi bahwa tulang-tulang remaja memiliki sifat material yang sama dengan tulang-tulang orang dewasa,” ujar Mark dalam penelitiannya.
Adanya penemuan ini menunjukkan bahwa bayi Pterosaurus mampu melakukan sesuatu yang sangat berat atau kuat sehingga ini memungkinkan mereka bisa terbang sesaat setelah mereka lahir.
Meskipun berusia muda, bayi Pterosaurus bisa dikatakan penerbang dan peluncur yang baik sejak mereka menetas. Tak hanya itu saja massa dan lebar sayap yang berbeda dengan induknya tidak memengaruhi kemampuaan aerodinamis yang mereka miliki.
Baca Juga: Epapatelo otyikokolo, Spesies Baru Pterosaurus dari Namibe-Angola
Baca Juga: Pterosaurus 'Kadal Bersayap' Ternyata Berbulu Seperti Burung
Baca Juga: Thapunngaka shawi, Pterosaurus Terbesar di Australia Mirip Naga
Hal ini terbukti memengaruhi gaya hidup dan perilaku Pterosaurus. Apakah bayi-bayi ini diasuh sama seperti golongan jenis burung lainnya? tampaknya tidak.
“Sepertinya tidak ada pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua, anak-anak remaja itu menjalani kehidupan yang mandiri dalam lingkungan yang berbeda dengan lingkungan orang tua mereka,” ujar Mark.
Pterosaurus remaja menghuni lingkungan pedalaman kemudian pindah ke habitat yang jauh dari orang tuanya tinggal. Ukuran sayap remaja yang lebih proporsional memungkinkan mereka untuk terbang lebih dinamis dan memiliki kemampuan memanjat yang lebih andal. Hal ini digunakannya untuk menjelajah lingkungan yang berbeda dari sebelumnya.
Kehidupan seperti ini sebenarnya hampir sama dengan spesies dinosaurus lain yang ketika ia beranjak dewasa, ia akan menempati lingkungan hidup yang lain, berbeda dengan induknya. Hal ini juga akan memengaruhi penyebaran jenis spesies dinosaurus itu sendiri. Jadi seringkali terdapat satu spesies yang berbeda dalam satu kelompok hewan lain yang ada.
Source | : | TetZoo |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR