Teknologi penggerak gen dimulai dengan mengenali perubahan genetika yang dapat mengurangi daya tahan terhadap pestisida, menghambat kemampuan populasi untuk berkembang biak, atau memiliki beberapa dampak lain yang diinginkan pada spesies sasaran.
Para ilmuwan kemudian bisa memasukkan perubahan itu ke dalam gen spesies penyerbu, tetapi tidak ada jaminan bahwa hal itu akan menyebar. Di sinilah gen penggerak masuk. Dasarnya, mereka bertindak sebagai sopir yang dapat mengendalikan perubahan genetika melalui populasi, kata Kevin Esvelt, ahli rekayasa genetika di Harvard University.
Pada kebanyakan hewan, ada dua versi dari gen dan masing-masing memiliki peluang 50-50 untuk diwariskan kepada generasi berikutnya. Tapi gen penggerak menumpuk di dek, kata Esvelt, sehingga jauh lebih mungkin keturunannya akan memperoleh elemen genetika yang berubah.
Sejarah genetika
Penggerak gen bukan hal baru. Ide itu sudah ada sejak 1940-an. Tapi yang baru adalah penemuan teknologi yang disebut CRISPR (clustered regularly interspaced short palindromic repeats, pengulangan terbilang singkat yang diselingi keteraturan berkelompok), yang memberikan rekayasa genetika kemampuan baru untuk menargetkan elemen yang sangat khusus dalam gen.
"Teknologi CRISPR tidak ada dua tahun yang lalu," kata Esvelt. "Ini mungkin hal terbaru dalam bioteknologi karena merupakan alat yang sangat serbaguna. Kami berpikir bahwa CRISPR bisa merekayasa genetika setiap perkembangbiakan seksual spesies. CRISPR pasti dapat berhasil dalam beberapa lusin percobaan yang sudah kami lakukan."
Teknologi ini membuka pintu untuk mengubah banyak walau belum sebagian besar genindividu dalam populasi liar, hanya dengan mengajukan individu transgenik yang direkayasa mengandung gen penggerak CRISPR dan perubahan yang diinginkan dari gen yang menjadi sasasaran.
Bagaimana jika gen pencetus ini memicu kekacauan populasi? Kemungkinan skenario bervariasi dan tergantung pada gen yang ditargetkan.
Satu skenario melibatkan gen pengubah jenis kelamin yang menentukan untuk meningkatkan kemungkinan keturunannya jantan. Betina jauh lebih berharga bagi pertumbuhan penduduk, sehingga bias rasio jenis kelamin jantan akan menempatkan populasi itu menuju kepunahan.
Kemungkinan lain melibatkan gen yang menyebabkan ketidakkesuburan. Dalam skenario ini, gen penyebab ketidaksuburan akan menyebar dengan cepat melalui populasi saat jumlahnya langka dan akan menyebabkan kehancuran populasi saat berlimpah.
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR