Menariknya, seiring dengan penyebaran seni menelan pedang dari India ke bagian-bagian lain di dunia, suku asli Amerika Utara juga secara mandiri mengembangkan bentuk seni menelan pedang mereka sendiri.
Namun, peradaban ini mempraktikkan menelan panah atau tongkat, alih-alih pedang. Para dukun dan prajurit asli Amerika mempraktikkan ini untuk menunjukkan kemampuan fisik dan mental mereka yang unggul. Sementara Timur Tengah dan Asia mengadaptasi dan merayakan aksi menelan pedang sebagai aktivitas spiritual dan fisik.
Namun demikian, Gereja Katolik melihatnya sebagai ancaman berbahaya. Gereja mengusir semua penelan pedang selama Abad Pertengahan.
Anehnya, atraksi menelan pedang tidak pernah hilang. Bahkan, kembali berjangkit pada akhir 1800-an sebagai hiburan. Pertunjukan Sword Swallowers tampil di Chicago World Fair dan menghibur penonton Amerika. Pada abad ke-20, seni menelan pedang telah menyebar lagi di seluruh dunia.
Aksi menelan pedang kini telah menjadi populer sebagai bagian dari sirkus atau pertunjukan hiburan jalanan. Akan tetapi, bagaimanapun, ada risiko besar yang dihadapi para penghibur.
Baca Juga: Norimitsu Odachi: Siapa Pemilik Pedang Jepang Abad ke-15 Ini?
Ada beberapa risiko fisik yang dialami oleh para penelan pedang seiring waktu. Para penelan pedang biasanya berakhir dengan sakit tenggorokan yang parah dan pita suara yang memar. Akibatnya, mereka harus makan makanan cair dan tidak berbicara selama berminggu-minggu agar tenggorokan mereka bisa beristirahat untuk memulihkan diri. Terkadang, menelan pedang juga bisa menyebabkan hilangnya suara.
Jika dilakukan terlalu sering, menelan pedang dapat menyebabkan disfagia atau kesulitan menelan. Dengan demikian, efek samping dari menelan pedang dapat menyebabkan dampak buruk secara drastis pada kesehatan.
Risiko lebih besar yang bisa terjadi adalah luka pada pembuluh darah atau jaringan yang dapat menyebabkan pendarahan internal dan infeksi. Dan risiko paling parah, tentu saja aksi ini dapat mengakibatkan kematian langsung bagi pelakunya.
Meski berbahaya, nyatanya menelan pedang masih terus menjadi atraksi hiburan yang populer hingga saat ini. Seperti prinsip ekonomi, suatu penawaran akan terus ada selama permintaan atas hal itu masih ada dan bahkan tinggi. Jadi, konten-konten hiburan yang berbahaya akan terus ada selama kita masih gemar menontonnya.
Baca Juga: Pedang Kuno Turki Berusia Ribuan Tahun Ditemukan di Biara Venesia
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR