Mereka berlari di jalur bertanah cokelat di Gelanggang Olahraga Saparua, Bandung, Jawa Barat. Pagi itu, pekan terakhir Agustus 2014, mereka baru mulai pemusatan latihan.
Sehari sebelumnya, mereka tiba di Bandung, dan esoknya langsung berlatih. “Untuk awal akan latihan fisik dulu, untuk melihat latihan mereka di daerahnya masing-masing,” jelas asisten pelatih tim nasional Bogiem Sofyan.
Di bawah asuhan pelatih Bonsu Hasibuan, tim bakal digenjot dari segi teknik, fisik, dan mental. Penggemblengan hingga medio Oktober 2014, saat tim nasional akan berangkat ke Cili.
Tidak hanya persoalan di lapangan, tim nasional juga bakal mengikuti sesi-sesi di kelas tentang isu HIV/AIDS, narkotika, dan masyarakat miskin kota.
Boleh jadi hari pertama latihan masih terasa ringan. Namun perlahan- lahan, porsinya akan ditingkatkan. “Hari pertama mulai dari nol lagi. Selanjutnya, latihan fisik dan teknik akan digenjot,” imbuh Bogiem.
Selama latihan, tim akan melakoni lima kali laga uji coba. “Pada uji coba yang terakhir, rencananya main bola 36 jam terus-menerus. Ini untuk menggembleng tim nasional,” jelas Bogiem.
Maklum, nama besar Indonesia berada di pundak tim nasional Homeless World Cup 2014. Tim ini mungkin tidak setenar tim-tim nasional yang berlaga pada Piala Dunia 2014 di Brazil lalu. Atau, juga tidak sesohor tim nasional Indonesia.
Namun, aura pertandingan sepakbola di ajang ini setaraf dengan Piala Dunia. Mereka bakal berhadapan dengan 64 negara yang turut serta dalam Homeless World Cup 2014.
Dalam laga tanding, setiap tim hanya menurunkan empat orang: satu penjaga gawang, tiga pemain. Homeless World Cup memang memainkan street soccer. Seluruh pemain harus punya kesempatan bermain.
Lantaran itu, tim dibentuk melalui seleksi nasional yang digelar Rumah Cemara di sembilan provinsi. Juru seleksi yang terdiri dari Bonsu Hasibuan, Bogiem Sofyan, dan manajer tim Febby Arhemsyah, melalang dari daerah ke daerah.
Seleksi selama 31 Mei - 21 Juni 2014, dimulai di Semarang, Jawa Tengah, dan berakhir di Bandung, Jawa Barat. Dari Jawa Tengah, pencarian pemain dilanjutkan ke Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Sumatra Utara, Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Ketiga penyeleksi mencari pemain- pemain bola andal dari kalangan mantan pecandu, pemadat, pengidap HIV/AIDS, dan warga miskin kota. Setiap kota memberi kesan antusiasme yang berbeda-beda peserta seleksi.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR