”Yang tinggal di Sawalunto dari berbagai etnis. Oleh karena itu, tidak memungkinkan untuk mengangkat satu etnis saja. Kalau satu etnis naik, maka semuanya juga naik. Seperti Makan Bajamba ini. Pemiliknya orang Minang, tapi Jawa dan Sunda tetap dibawa. Semua sama, tidak ada yang menonjol,” kata Purwoko, Ketua Paguyuban Adikarsa Raharja atau Paguyuban etnis Jawa di Sawahlunto.
Menurut Purwoko, tidak ada formula khusus yang membuat kebersamaan antara berbagai entnis itu muncul. Kebersamaan itu terjadi dengan sendirinya dari pendahulu etnis mereka saat didatangkan Belanda ke Sawahlunto untuk menjadi petambang batubara.
Istilah ”Dhulur Tunggal Sekapal” atau saudara satu kapal membuat merasa senasib sepenanggungan. ”Hal itu terjaga hingga saat ini. Multikultur sudah mendarah daging bagi kami,” ujar Purwoko.
Suasana itu pada akhirnya tidak saja terjadi saat Makan Bajamba saja, tetapi juga muncul pada berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Dengan tetap mempertahakan identitas masing-masing, semua etnis terbuka untuk mempelajari seni budaya etnis lain.
Tidak mengherankan jika pada kesempatan lain di Sawahlunto, kita melihat makanan Minang seperti rendang yang terasa khas karena dibuat oleh orang Jawa, pertunjukan wayang kulit berbahasa Minangkabau, atau orang Minangkabau bermain karawitan atau kecapi.
”Semua terbuka dan tidak ada batasan. Siapa pun dari etnis manapun di Sawahlunto boleh belajar kesenian Sunda seperti kecapi atau angklung,” kata Ketua Paguyuban Sunda Jawa Barat Edi Junaidi.
Enggo Daus, tokoh adat yang juga Wakil Ketua Kerapata Adat Nagari Kolok, Kecamatan Barangin, Sawahlunto, mengatakan kondisi harmonis tetap terjaga karena mereka berusaha untuk tetap saling menghargai. Menurut Enggo, hanya dengan itu, hidup dengan etnis yang berbeda akan tetap sejalan dan berdampingan.
”Kalau di Sawahlunto warga etnis Jawa main kuda lumping, kita sangat mendukung. Bahkan kalau bisa ikut bermain,” kata Enggo.
!break!Membangun kesadaran
Menurut Wali Kota Sawahlunto Ali Yusuf, suasana yang terbangun di Sawahlunto merupakan wujud dari kerja sama antara pemerintah, instansi terkait, dan masyarakat Sawahlunto.
Irman Gusman menambahkan, Indonesia saat ini menghadapi kondisi di mana terjadi krisis kepercayaan dari masyarakat kepada pemimpinnya. Oleh karena itu, apa yang terjadi di Sawahlunto di mana berbagai etnis membangun kesadaran kolektif demi kemajuan bersama merupakan contoh nyata yang harus ditiru.
”Antusiasme dan dukungan luar biasa ini menjadi contoh bagaimana seharusnya kebersamaan antara pemimpin dan rakyatnya dibangun. Hal itu penting mengingat saat ini terjadi krisis kepercayaan satu sama lain,” kata Irman.
Baca pula isu pilihan NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIA bulan ini: Bagaimana Makanan Mempersatukan Kita?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR