Namanya begitu dikenal, namun siapakah yang membuat mahakarya geoglif di Peru ini? Sayangnya hingga sekarang belum ada yang dapat menjawab pertanyaan besar itu. Sejauh ini garis Nazca diperkirakan dibuat sekitar tahun 1 hingga 700 M.
Sebelumnya, tahun 1926 arkeolog asal Peru Toribio Mejia Xesspe juga mempelajari garis Nazca. Karena kesulitan mengidentifikasi dari permukaan tanah, maka penelitian pun sempat terhenti. Akhirnya pada 1939 ilmuwan asal Amerika bernama Paul Kosok menjadi orang pertama yang menemukan kembali garis Nazca.
Sebenarnya keberadaan garis bersejarah ini sudah marak diperbincangkan sejak 1920. Kurun waktu tersebut merupakan era baru bagi penerbangan komersial di Amerika.
Kala itu, para penumpang pesawat terbang yang melintasi Gurun Sechura, lokasi rangkaian geolif Nazca berada mengaku melihat garis samar berbentuk seperti makhluk hidup.
Garis-garis Nazca tersebar dengan total luas hingga 1.000 kilometer persegi. Terdiri dari 800 garis lurus dengan 300 garis geometris membentuk aneka bentuk. Ada yang berbentuk trapesium, garis lurus, persegi panjang, segitiga, dan bentuk melingkar.
Ada pula garis berbentuk orang, wajah, tumbuhan maupun gambar binatang, seperti burung kolibri, laba-laba dan monyet. Ada 70 garis membentuk gambar hewan juga tumbuhan, atau sebutannya biomorphs.
Garis-garis Nazca dikenal pula sebagai rangkaian geoglif. Yakni gambar di tanah yang dibuat dengan ‘mencukil’ batuan maupun tanah untuk menciptakan suatu bentuk datar.
Beragam teori
Tentang siapa yang mengukir tanah di Gurun Sechura, Nazca masih menjadi misteri. Namun beragam teori terus berkembang. Ada yang mengatakan bahwa garis Nazca dibuat sebagai tempat pendaratan alien. Ada pula yang menyebutkan pembuatannya berhubungan dengan tempat mendapatkan air dan kesuburan tanaman.
Johan Reinhard dari National Geographic Explorer sekaligus penulis buku The Nazca Lines: A New Perspective on their Orgin and Meaning mengungkap bahwa gars lurus dan trapesium berhubungan dengan air.
“Tetapi tidak digunakan untuk mencari air, melainkan digunakan dalam kaitannya dengan ritual,” tulisnya. Anthony Aveni penerima penghargaan dari National Geographic menyetujui pendapat tersebut. “Ritual itu kemungkinan suatu kebutuhan kuno untuk menyembah kepada para dewa, atau memohon munculnya air.”
Sementara bentuk laba-laba diyakni sebagai simbol hujan, burung kolibri berarti kesuburan, dan monyet bermakna kelimpahan air.
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR