Kamis kemarin siang (18/12), sebuah pesan singkat mampir di telepon genggam teman saya. Isinya: Yth. Penumpang Lion Air rute LOMBOK-JAKARTA Tgl 19 Desember JT653 Jam 14:20 MUNDUR Menjadi JT659 Jam 18:50. Info hub Callcenter 021-6379800. Terima kasih.
Pesan singkat itu lalu diteruskan ke telepon saya. Teman saya itulah yang memesankan tiket Lion Air, tapi sayalah yang paling menderita. Baiklah, tak apa. Saya coba berpikir positif. Buat membunuh waktu, saya menulis artikel di sebuah kantor pemerintahan di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Pukul 16.30, saya menuju Bandar Udara Intenasional Lombok. Sejam kemudian, saya masuk bandara. "Penerbangan JT653 di-cancel Pak," terang lelaki di bagian check in Lion Air. Sudahlah, saya sudah tahu, dan berharap tak bakal terlambat. Itu saja harapan saya.
"Tapi, omong-omong, di-cancel dan dimundurkan, kan, berbeda," saya membatin.
"Telepon saja ke 021-6379800," sisi batin saya yang lain memberi saran.
"Tak perlu. Sebentar lagi juga berangkat."
Pertarungan batin itu saya hentikan dengan satu harapan: semoga tidak terlambat lagi.
Saya lalu boarding pukul 18.07 di Gate 2. Ruang tunggu penuh sesak, dan saya pun tersudut di pojok ruangan. Saat penumpang maskapai lain berangkat melalui Gate 1, saya berpindah tempat ke deretan depan bangku. Tentu, itu karena saya berharap Lion Air akan tepat waktu.
Tapi, sebentar, berkotak-kotak makan kecil di sudut meja itu bukankah pertanda pesawat berlogo kepala singa itu bakal terlambat?
Beberapa menit kemudian, setelah pengeras suara memberi kabar agar penumpang maskapai lain segera naik, datanglah pengumuman yang jadi memporakporandakan harapan saya: Lion Air JT659 terlambat.
"Karena alasan operasional, penerbangan Lion Air JT659 akan berangkat pukul 20.25," begitu kira-kira suara empuk perempuan yang menyiarkan kabar itu.
"Huu... huu," teriakan para penumpang Lion Air pun membahana di ruang tunggu. Tak seberapa lama, pengeras suara memohon penumpang JT659 untuk mengambil snack yang saya lihat tadi. Benar juga pertanda itu.
Itu berarti saya membunuh waktu setengah hari. Betapa meruginya saya yang menyia-siakan waktu. Betapa sengsaranya saya: Lion Air telah merusak jadwal akhir pekan dan istirahat saya.
"Telepon saja ke 021-6379800," batin saya memberi saran lagi.
"Sudahlah...."
Sengsara sudah saya tanggung, tak berdaya. Saya ingat suatu waktu Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyentil Lion Air yang suka delay. "Pesawat yang sering telat apa ya? Lion sering ya, kenapa ya?" kata Jonan dalam jumpa pers di Jakarta beberapa waktu lalu.
Jonan menuturkan, keterlambatan adalah tanggung jawab maskapai. Ia juga mengkritik manajemen Lion Air yang sering menyalahkan kapasitas bandara. "Sebenarnya ya kalau terlambat ya terlambat saja, tidak ada alasan. Kalau terlambat sering, misalnya 10 kali maka harus dilihat lagi, apakah masalah slot, apakah masalahnya terlalu ekspansif, atau gimana," lanjut dia.
Dan di tengah dinginnya bandara Praya, saya betul-betul berharap Menteri Perhubungan melihat dan mengkaji Lion Air yang kerap delay. Hari itu saya teronggok di bandara Praya yang berstatus internasional.
75 Perempuan Berlatih Seni Bertahan Hidup pada Gelaran Women Jungle Survival Course EIGER 2024
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR