Kemakmuran sebuah negara biasanya berpengaruh dalam kemampuan melahirkan pesepak bola berkualitas. Semakin sejahtera sebuah negeri, peluang untuk melahirkan pemain bagus di sana bertambah besar.
Akan tetapi, terdapat anomali yang menggelitik. Negara-negara di Benua Afrika yang cenderung kalah sejahtera dibanding negara-negara di Benua Asia lebih mampu menghadirkan pesepak bola kelas dunia.
Lihat saja liga-liga elite Eropa. Di sana para pemain asal Afrika bertebaran. Bahkan, di Ligue 1 di Prancis, pesepak bola asal Afrika sangat dominan.
Bagaimana dengan pesepak bola asal Asia? Beberapa di antaranya memang sudah mampu menembus liga elite Eropa. Namun, harus diakui, jumlahnya masih kalah jauh dibanding para pesepak bola asal Afrika.
Ada beragam alasan yang mendasari fenomena ini. Terdapat teori yang menyatakan bahwa orang Afrika memiliki tubuh yang lebih atletis. Ini membuat mereka memiliki bakat alam untuk menjadi olahragawan termasuk pesepak bola.
Akan tetapi, terdapat alasan lain yang tak kalah menarik. Orang Afrika memandang sepak bola sebagai mata pencaharian utama untuk gantungan hidup sehingga karier mereka lebih sukses.
!break!Kemiskinan yang mendera membuat sebagian besar orang di Benua Afrika sulit mendapatkan pendidikan sebagai modal untuk memperbaiki nasib. Kondisi ini membuat mereka menjadi sepak bola sebagai sarana untuk mengubah roda hidup. Caranya ialah menyeriusi profesi sebagai pesepak bola.
Guardian pernah melakukan sebuah penelusuran di ibu kota Ghana, Accra, pada 2008. Di sana mereka menemukan begitu banyak orang yang bermain sepak bola. Bahkan, terdapat ratusan sekolah sepak bola yang memiliki ribuan anak yang sebagai siswanya. Sekolah-sekolah itu selalu ramai meski validitas dan kapabilitas para pelatihnya dinilai Guardian masih dipertanyakan.
Keberadaan beragam sekolah sepak bola di Ghana tetap langgeng karena dianggap sebagai sarana mengubah hidup. Impian anak di Ghana ialah menjadi pesepak bola profesional di Eropa agar bisa memperbaiki kehidupan.
Dukungan Keluarga
Dalam melakukannya, mereka mendapat dukungan penuh dari keluarganya. Menurut Guardian, ketika sadar anaknya punya bakat bermain sepak bola, orang tua dan keluarga di Ghana bakal mendukung dengan maksimal. Di sana bukan sebuah hal aneh ketika sebuah keluarga pindah hanya karena mengikuti sekolah sepak bola sang anak. Jangankan di dalam negeri, di belahan benua lain pun bakal mereka ikuti jika ada jaminan anaknya bisa menjadi pesepak bola profesional.
Kisah eks pemain Juventus, Stephen Appiah, menjadi sebuah contoh. Appiah diharapkan oleh keluarganya di Ghana menjadi pesepak bola. Alhasil, semua anggota keluarganya mendukungnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR