Nationalgeographic.co.id—Sejak masa prasejarah hingga awal ditulisnya sejarah, logam merupakan barang berharga yang hanya dimiliki oleh orang tertentu. Mata uang berbentuk logam adalah yang paling umum digunakan sejak era kuno.
"Dari berbagai jenis logam, besi merupakan jenis logam yang paling dominan sebagai bahan peralatan sehari-hari dan untuk pembuatan senjata," tulis Hartati.
Ia bersama dengan rekannya, Harry Octavianus, menulisnya dalam jurnal Purbawidya, berjudul Jejak Pengerjaan Logam Kuna di Hulu Das Barito Kalimantan Tengah: Kajian Arkeometalurgi, publikasi tahun 2018.
Pada situs Buren Odir, Kalimantan Tengah, di antara tumpukan daun-daun kering, ditemukan bekas tungku dari tanah liat yang berbentuk segi empat dengan ukuran 50 x 50 cm, tinggi 45 cm, dan tebal dinding tungku 10–13 cm.
"Selain slag dan tungku, juga ditemukan bahan bijih besi atau iron ore dan butiran bahan besi," tambahnya. Selain di Buren Odir, ada juga Buren Benangin yang terletak sekitar 1 km dari Buren Odir, dengan medan yang lebih berat karena dari desa terdekat (Desa Benangin) naik turun tiga bukit.
Baca Juga: Koin Kuno Spanyol dan Kisah Rempah Wangi Cendana di Pulau Timor
Berdasarkan hasil survei, ditemukan adanya persebaran slag, arang, fragmen tuyere, serpihan besi hasil proses peleburan, batu besi, serta tungku peleburan batu besi. "Temuan slag tersebar hampir merata pada lahan yang membukit hingga lereng," lanjutnya.
"Temuan tuyere berada di sisi barat bukit, sedangkan indikasi tungku setinggi 5 hingga 15 cm berada di sisi timur. Konsentrasi temuan slag, tuyere, dan tungku berada di puncak bukit dengan luasan sekitar 10 x 10 meter," sambungnya.
Bukti aktivitas pengerjaan logam besi ditandai dengan toponimi buren yang dikenal oleh masyarakat Dayak Taboyan di hulu Barito sebagai tempat peleburan bijih besi. Lokasi buren biasanya dekat dengan sungai dan tidak jauh dari lokasi sumber bahan batu besi.
"Masyarakat mengenal keberadaan buren secara turun-temurun yang ditandai dengan sebaran terak besi (slag) dan tungku pembakaran dari tanah liat," jelas Hartati dan rekannya.
Selain toponomi buren, dari survei dan ekskavasi ditemukan berbagai artefak sebagai bukti adanya aktivitas pengerjaan logam oleh masyarakat di sekitar Sungai Teweh dan Sungai Montalat, berupa peralatan peleburan, bahan, dan hasil peleburan.
"Berdasarkan teknik produksinya, teknik pengerjaan logam dapat dibedakan menjadi dua teknik, yaitu teknik cor dan teknik tempa," lanjut Hartati. Teknik cor meliputi cetakan terbuka, cetakan tertutup, cetakan setangkup atau bivalve, lilin atau a cire perdue, dan cetakan pasir. Teknik tempa meliputi tempa dingin, tempa panas, dan kombinasinya.
Baca Juga: Kisah Saedah Saenih di Balik Budaya Mengais Koin di Jembatan Indramayu
Berdasarkan hasil riset, teknik pengerjaan logam kuno yang dilakukan di situs-situs di hulu Barito adalah mengerjakan dari bahan baku (iron ore) menjadi logam mentah (raw material atau ingot).
"Mulanya, batu dipecah kecil-kecil dengan menggunakan pahat dan palu, kemudian dibawa ke buren yang berjarak sekitar 700 meter dari Saing Imang, dengan cara digendong menggunakan keba (sejenis keranjang bertali dari rotan)," tambahnya.
Setelahnya, batu tersebut dibakar dengan arang. "Supaya tidak meledak-ledak, tumpukan batu tersebut ditutup dengan dinding dari tanah (dapuran) dengan tinggi sekitar satu meter," sambungnya.
Setelah mencapai panas yang cukup (sekitar 1.538 derajat Celcius), batu besi akan melebur. "Batu yang mengandung besi akan memisah menjadi logam mentah (raw material) dan sisanya menjadi terak besi (slag)," terang Hartati.
Besi setengah jadi dapat langsung dibuat alat dengan dipanaskan lagi dan dibentuk menjadi alat yang diinginkan, seperti parang, keris, mandau, badik, dan jamiya. Diperkirakan pembuatan uang logam kuno tersebut ditujukan untuk perdagangan lokal masyarakat kuno Barito sejak abad ke-14 hingga 15.
"Aktivitas pengolahan logam besi dari bahan mentah (batu besi) yang dilakukan di buren telah ditinggalkan paling cepat 145 tahun yang lalu dan kemungkinan lebih lama dari itu sesuai dengan hasil radiokarbon yang berada dalam rentang sebelum tahun 1809," lanjutnya.
"Aktivitas peleburan besi yang ada di Kalimantan Tengah, khususnya wilayah hulu Barito, telah berlangsung dalam empat generasi yang lalu, tetapi keturunan sekarang tidak melebur lagi dan hanya menempa besi bekas," tambahnya.
Source | : | jurnal Purbawidya |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR