Pilot yang menerbangkan pesawat Indonesia AirAsia nomor penerbangan QZ8501 yang jatuh di perairan Laut Jawa, Kalimantan Tengah, Minggu (28/12), diketahui mematikan sistem komputer yang berfungsi untuk mencegah pesawat terbang tidak terkontrol.
Hal tersebut diutarakan oleh dua orang yang terlibat dalam penyelidikan. Kedua sumber ini, yang tidak mau namanya disebut, mengatakan hal itu kepada Reuters, Kamis (29/1).
Menurut dua orang tersebut, ada kemungkinan kejadian itu turut berkontribusi pada faktor pemicu mengapa pesawat tiba-tiba menanjak dengan cepat sebelum akhirnya terjatuh.
Sebelum pesawat menanjak secara tidak normal, pilot disebut-sebut sedang berusaha mengatasi kerusakan yang muncul dalam Flight Augmentation Computer (FAC).
FAC adalah bagian komputer pesawat Airbus A320 yang mengontrol rudder (sirip tegak) di belakang pesawat. Sirip tegak tersebut berfungsi untuk mengontrol kemudi serong (yaw) pesawat.
Komputer FAC inilah yang mengontrol modul rudder travel limiter (RTL) yang sebelumnya sempat dilaporkan rusak beberapa kali. Namun, menurut pihak AirAsia, kerusakan itu telah diatasi. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pun menyebut Airbus A320 PK-AXC dalam kondisi layak terbang saat hari kejadian.
Setelah berkali-kali berusaha mengatasi masalah peringatan yang muncul di komputer FAC, kru pesawat—dikatakan oleh kedua sumber di atas—mematikan daya listrik yang memberikan suplai ke sistem komputer.
Dengan mematikan daya listrik, seluruh sistem komputer pada sistem utama ataupun cadangan akan lumpuh. Menurut sumber tersebut, pilot memutuskan daya yang menyuplai komputer dengan cara melepas sekring yang ada di dalam kokpit.
Setelah sistem komputer mati, maka sistem proteksi penerbangan (flight protection system) yang dimiliki oleh pesawat Airbus A320 menjadi tidak aktif.
Namun, matinya sistem proteksi itu belum tentu menjadi faktor penyebab kenapa pesawat tiba-tiba menanjak secara drastis. Sebab, pilot seharusnya masih memiliki kendali manual.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR