Pada kurun waktu setengah abad (1925-1975) dua pemburu badak jawa (Rhinoceros sondaicus), Sarman dan Murdja’i mengaku telah memburu lebih dari 50 individu badak. Setelah perburuan dan pengamanan diperketat, sejak 1980 hingga kini populasi badak jawa stabil di Ujung Kulon.
Kembali ke abad-abad yang lalu, Blith (1682) melaporkan sekurang-kurangnya 2500 cula setiap tahunnya diekspor dari Jawa ke Tiongkok. Pemerintah Kolonial Belanda pun tidak lepas dari tanggung jawab atas menghilangnya badak di pulau Jawa. Dalam abad ke-19, saat kebijakan perluasan komoditi seperti teh, karet dan jati dilakukan di Jawa, badak dianggap sebagai hama tanaman pertanian. Pada tahun 1941 (setahun sebelum perang Pasifik), pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan bahwa badak di Jawa dan Sumatera adalah hama perkebunan dan memberi insentif bagi pemburu yang berhasil membunuh badak.
Badak jawa sekarang hanya ditemukan di Ujung Kulon. Sebelumya badak jawa dilaporkan ditemukan di Bukit Siwalik, India (spesimennya sekarang di pajang di Museum Zoologi, Calcuta), di Vietnam (punah di awal abad ke-21). Badak terakhir di Jawa, di luar Ujung Kulon dibunuh pada tahun 1934 oleh Frank (zoologist Belanda) di Garut, yang sekarang spesimennya tersimpan di Museum Zoologi Bogor.
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR