Sudah lebih satu jam mobil yang saya tumpangi mengelilingi Danau Lut Tawar dari arah Selatan kota Takengon. Semburan cahaya matahari pagi sudah mulai membakar ditengah hawa sejuk alam pegunungan itu. Tapi perjalanan itu harus terhenti lantaran pekerjaan perbaikan jalan sedang dilakukan.
Para pekerja perbaikan jalan sigap menutup jalan dengan sebuah palang hanya berjalan empat mobil di depan mobil yang saya tumpangi. Salah seorang pengemudi yang saya hampiri cuma tersenyum dan menginformasikan penantian ini bisa memakan waktu dua jam.
Sebuah alat berat tengah sibuk menggali bebatuan di atas bukit. Guguran batu menggelinding ke tepi jalan. Dua jam menunggu tentunya tidak begitu nyaman sementara gua puteri pukes menanti hanya tiga sampai empat kilometer di depan. Ingin rasanya berlari seperti anak yang merengek pada ibunya untuk mendapat belaian. Untungnya, penantian dua jam itu hanya berlangsung sekitar empat puluh lima menit. Saya terbebas dari penantian yang lebih lama lagi.
Puteri Pukes menarik minat saya lantaran malam sebelumnya bicara banyak tentang Danau Lut Tawar dengan pemilik warung makan tempat saya melepas penat. Bang Abrar, pemilik warung makan itu mendesak saya untuk mengunjungi gua sang puteri. Rugi, katanya bila tak datang.
!break!
Sementara di Kota Takengon, sehari sebelumnya saya mendapat kabar sebuah batu yang bisa menangis. Seorang kenalan di kedai kopi menceritakan pada satu waktu, ada seorang puteri yang harus rela meninggalkan kedua orang tanya demi pernikahannya dengan seorang pemuda.
Imran, kenalan saya itu mengatakan si puteri bersedih sangat karena perpisahan itu. "Iring-iringan puteri sudah beranjak meninggalkan kampung ketika si puteri melanggar nasehat orang tuanya. Di dalam gua, dia menoleh kebelakang. Padahal sang ibu sudah mengingatkan untuk tetap menatap kedepan sesedih apapun keadaannya," papar Imran.
Sang puteri, lanjutnya, akhirnya terhenti karena sudah berubah menjadi batu. Tapi air matanya terus mengalir.
"Sekali tiga bulan, air mata sang puteri akan mengalir lebih banyak. Merembes ke setiap lorong dalam gua itu," imbuh Imran.
!break!Dari pusat kota Takengon, sesungguhnya gua puteri menangis taklah berapa jauh. Imran mengatakan hanya lima menit berkendara motor. Tapi saya memilih arah berlawanan hingga tertahan pekerjaan perbaikan jalan.
Gua Puteri Pukes, sungguh jauh dari bayangan saya sebelumnya. Dalam pengembaraan pikiran saya, gua ini terletak agak jauh menjorok ke dalam tebing-tebing di pinggiran Danau Lut Tawar. Kondisinya masih penuh dengan aura mistis dan tertutup bayangan rindang pepohonan.
Tapi alangkah saya terkejut menyaksikan gua ini terpapar langsung matahari yang terik. Dari seberang jalan tempat mobil diparkir, mata telanjang saya bisa langsung menembus ke dalaman gua yang gelap. Beberapa bagian di dalamnya telah diterangi listrik.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR