Kala memasuki rumah ini, harus menunduk karena bangunan dibikin pendek. “Itu ada makna. Sebagai tanda menghormati pemilik rumah.” Sedang anak tangga dari rumah bagian luar ke dalam ada tiga. “Ini bermakna, paling atas itu Tuhan, kedua ibu dan ketiga ayah. Ketiga unsur yang harus dihormati. Jadi rata-rata rumah di sini punya tiga anak tangga,” ucap Haryadi.
Bertani dan menenun
Pekerjaan masyarakat Sade ini mayoritas bertani, seperti padi dan sayur mayur. Kalau padi, tadah hujan dan hanya sekali tanam dalam setahun. “Cuma air dari hujan. Irigasi gak ada sama sekali. Sudah diupayakan tapi sulit.”
Untuk tambahan pendapatan itulah, hampir semua warga menjadi perajin tenunan. Untuk benang tenun, warga membuat sendiri dengan memintal kapas. Tak hanya membuat benang sendiri, pewarnaan mereka juga menggunakan warna-warna alami dengan memanfaatkan tumbuhan atau tanaman sekitar.
“Bikin dari kulit kayu, dedaunan atau tumbuhan lain. Kalau dari daun ambil yang masih muda lalu ambil karang, campurkan biar warna kuat. Misal, warna orange itu kapur sirih dengan kunyit. Dicampur jadi satu.”
Kawin culik
Perkampungan Sade ini berjumlah 700 jiwa, dengan satu rumpun keluarga. Dalam sistem perkawinan Suku Sasak, dikenal dengan kawin lari atau kawin culik.
“Maksudnya, gak perlu dilamar. Yang penting si cowok sama gadis saling suka. Ambil diem-diem, lalu bawa kabur, lari.”
Sang gadis lalu disembunyikan di rumah orang yang tak diketahui oleh orangtuanya. “Soalnya kalau ketahuan bakal diambil lagi.”
Setelah itu, sang lelaki mengutarakan keinginan menikah kepada orangtua sang gadis. Proses terakhir, disebut nyongkolan, berupa iringan pengantin pria dan perempuan kembali ke rumah orangtua mempelai perempuan.
Nanti, pasangan baru itu akan menempati rumah sementara atau bale kodong. “Bale itu rumah, kodong itu kecil. Artinya rumah kecil. Bali kodong ini rumah sementara waktu sebelum bisa membuat rumah lebih besar. Mereka akan menggunakan untuk bulan madu.”
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR