Kala sebagian orang masih tak memiliki kesadaran dan membuang sampah sembarangan, kelompok mahasiswa pecinta alam di Sumatera Utara ini, berpikir keras bagaimana sampah-sampah itu bermanfaat dan tak menjadi ‘penyakit’ bagi bumi. Mereka mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar! Wow…
Kekhawatiran mahasiswa ini berawal dari kenyataan, limbah plastik di Sumut, makin meningkat setiap tahun. Data Badan Penelitian dan Pengembangan Sumut, 1.369,9 ton per hari atau 5.479,6 M3 sampah dibuang, tanpa ada batasan. Dengan rincian 48,2% sampah organik, dan 51,8% anorgnaik. Jika dihitung, sampah mencapai 1-1,5 Kg per rumah tangga per hari.
Sekelompok mahasiswa dari UMA Medan, melakukan penelitian pada 2003. Hasilnya, plastik bisa menjadi bahan bakar. Cara ini cukup mengesankan, karena proses sangat mudah dan praktis. Mereka hanya memerlukan wadah tabung seperti ember besi ukuran sedang kedap udara, dan pipa 1×1,5 meter, serta kaleng ukuran sedang. Dengan alat sederhana ini, Mapala UMA Medan ini, berbuat.
Bagaimanakah caranya? Menurut Hasrul Karim, Divisi Pendidikan dan Latihan Mapala UMA, tong kedap udara dan hanya memiliki satu saluran penguapan, serta ada satu saluran lagi buat memasukkan plastik ditutup. Plastik di tong kedap udara dibakar. Api harus stabil agar kualitas bagus.
Untuk mendapatkan 0,7 kg atau tujuh ons bahan bakar plastik ini, katanya, perlu satu kg limbah. Jadi, makin banyak limbah diolah, makin banyak BBM didapat.
Menurut dia, jika metode ini dipakai masyarakat untuk menekan limbah, untuk skala kecil sudah dapat diatasi. Begitu juga bagi perusahaan yang menggunakan plastik. Dia optimistis, pencemaran lingkungan akibat limbah anorganik bisa ditekan.
“Ini tinggal masalah kemauan. Apakah perusahaan mau? Apakah pemerintah serius menjalankan peraturan soal lingkungan, dan membuat aturan terkait temuan ini atau tidak? Ada juga pertanyaan, apakah masyarakat juga mau menjalankan?” katanya seraya mengatakan, membuat alat ini tak lebih Rp100.000.
Dia mengatakan, kampanye menggunakan spanduk dan ajakan selama ini, tidak berpengaruh dan tak menggugah hati masyarakat, perusahaan, serta pemerintah. Jadi, dengan temuan ini, diharapkan semua pihak mau mencontoh, dan membuat di rumah-masing-masing.
“Ayo sama-sama kita buat alat sederhana ini, demi menjaga alam tetap sehat. Kami siap membantu cuma-cuma, jika ada yang mau buat. Yang penting kemauan harus ada.”
Menurut Hasrul, bahan bakar ini menyerupai minyak tanah dan mereka gunakan jika pergi mendaki gunung, atau ke tempat-tempat dengan lokasi jauh dari rumah penduduk.
Saat mendaki gunung dan kampanye pelestarian lingkungan, katanya, sepanjang perjalanan mereka mengumpulkan atau mengutip plastik yang dibuang sembarangan di jalan, bahkan di hutan. Ketika istirahat, limbah yang mereka kumpulkan sepanjang perjalanan, diolah. Setelah menghasilkan bahan bakar, digunakan menjadi penerangan menggunakan bamboo atau wadah yang tidak mudah tumpah. Bahan bakar ini, katanya, juga untuk memasak makanan dan air.
“Jadi bisa buat obor dia. Kalau buat penerangan sangat cocok pakai ini. Kita gak perlu lagi sampai menguras perut bumi buat dapat minyak, karena jika dihitung-hitung, plastik ini sudah bisa diolah menggantikan bahan bakar, ” katanya.
Dzulmi Eldin, Walikota Medan, senang dengan temuan ini. “Selama ini belum ada pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar seperti adik-adik mahasiswa, melainkan diolah menjadi kerajinan tangan. Saya sangat mengapresiasi ini.”
Selama ini, katanya, sampah di Medan, dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Tuntungan. Sebagian sampah anorganic diolah menjadi kerajinan tangan dan lain-lain.
Dia akan memanggil jajarannya untuk mengembangkan temuan mahasiswa pecinta alam UMA ini. “Saya akan membahas ini dengan serius. Ini membuat saya terkejut karena gak menyangka adik-adik mahasiswa mampu membuat suatu terobosan mengatasi masalah plastik. Ini harus di sosialisasikan. Saya ucapkan terimakasih pada adik-adik mahasiswa.”
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Faras Handayani |
KOMENTAR