Masih hangat di telinga kita, kasus perdagangan satwa liar di antaranya penyelundupan kakatua jambul kuning dalam botol yang menyentuh kepedulian seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Dan tak ketinggalan aktivitas kejahatan kehutanan seperti pembalakan liar dan penggunaan kawasan lindung yang tak berujung.
Kali ini angin segar datang dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Memegang teguh komitmen yang diutarakan oleh Siti Nurbaya pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia, kini KLHK memaparkan langkah dan teknis pemberantasan kejahatan kehutanan dan Sumber Daya Alam melalui Lokakarya Tindak Pidana Kehutanan yang diselenggarakan di Aryaduta Hotel pagi ini (15/6).
Drs. Rasio Ridho Sani selaku Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan mengungkapkan kejahatan ini melibatkan banyak pihak. “Tingkat laju deforestasi kita sudah lebih dari 600.000 ha. Ini tantangan yang harus kita hadapi, mengembalikan Indonesia sebagai negara tropis.” jelasnya.
Kerugian yang dihadapi oleh Indonesia akibat kerusakan lingkungan telah mencapai 15-20 $ miliar per tahun. Dampak ini layaknya sisi mata uang, rusaknya ekosistem satwa begitu juga dengan kehidupan masyarakat.
Untuk menghadapi kejahatan yang terorganisir ini, KLHK berkolaborasi dengan berbagai organisasi, LSM, dan Polri. “Tidak cukup bekerjasama di titik nasional, tetapi masalah ini harus kita beberkan hingga internasional. Karena kejahatan SDA sudah mencapai lintas negara.” tambah Rasio.
280 kasus yang dilaporkan ke KLHK menjadi sebuah tantangan yang masih harus diselesaikan bersama. Upaya untuk menangani kejahatan melalui penegakan hukum telah mendapat lampu hijau dari DPR komisi IV, dalam waktu dekat revisi UU no.5 tahun 1990 akan segera mencapai perbaikan.
“Jangan ragu-ragu! tidak ada kompromi dalam menegakkan hukum terhadap kejahatan SDA.” ujar Rasio menyampaikan semangat Presiden Joko Widodo telah membuka lokakarya ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Faras Handayani |
KOMENTAR