Melihat keadaan yang menguntungkan ini kemudian Kesultanan membuat peraturan-peraturan sepihak seperti diberlakukanya bea cukai untuk setiap barang yang datang dari wilayah barat (luar negeri) sebesar 6% dan upeti untuk pedagang yang berasal dari wilayah Timur (dalam negeri). Sistem kerja yang terjadi pelabuhan juga diperbaiki dengan membuat peraturan tentang syarat-syarat kapal yang berlabuh, kewajiban melaporkan nama jabatan dan tanggung jawab bagi kapal-kapal yang sedang berlabuh, dan sebagainya.
Kalangan pejabat pun ikut andil dalam perdagangan dengan memiliki kapal dan awaknya sendiri. Kapal dan awak tersebut disewakan bagi para pedagang Malaka yang hendak berdagang ke luar negeri. Selain peraturan-peraturan tentang perdagangan, Kesultanan juga memberlakukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam perdagangan dan diplomatik.
Untuk menjaga keberlangsungan perdagangan, Kesultanan perlu menjamin keamanan dan kestabilan. Wajarlah apabila kemudian Malaka melakukan ekpansi ke Klang, Selangor, Perak, Bernam, Mangong, Bruas, Kedah, Pulau Bintang dan Kepulauan Riau. Selain itu daearah – daerah yang berada d seberang Selat Malaka seperti Aru, Kampar, Siak, dan Indragiri juga menjadi sasaran ekpansi Malaka.Walaupun sempat memberikan perlawanan, daerah – daerah ini akhirnya tunduk atas supermasi Kesultanan Malaka.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR