Nationalgeographic.co.id—Sejak Belanda mulai mencium perdagangan kayu jati di Eropa yang menguntungkan, mereka mulai melakukan monopoli hutan. Beberapa woud afdeeling (hutan di kabupaten) kayu jati, mulai diakuisisi.
Melalui Boschreglement 61 tahun 1897, pemerintah menyatakan bahwa negara, melalui Boschwezen (Djawatan Kehutanan) yang harus memungut hutan dan memasarkan hasil hutan.
Ordonansi baru, kemudian dikeluarkan pada tahun 1927. Salah satu isi dari Ordonansi tersebut yang paling mencolok yaitu tentang pembatasan pembukaan lahan untuk pertanian. Hal itu membuat akses rakyat terhadap hutan menjadi sangat terbatas. Kebijakan pemerintah tersebut membuat kehidupan ekonomi dan
sosial petani semakin sulit.
Pohon jati sangat cocok tumbuh di tanah-tanah berkapur. Afdeeling Blora yang terletak di cekungan pegunungan kapur Kendeng Utara dan Selatan, merupakan habitat yang baik bagi pertumbuhan pohon jati. Pertumbuhan pohon jati yang bagus terdapat di sebelah selatan Randoeblatung.
"Departemen Djawatan Kehutanan Belanda atau Boschwezen, mulai mengakuisisi hutan-hutan yang ada di Blora kemudian melelang kayu-kayu jatinya kepada rakyat Blora," tulis Nurkholifah.
Ika Nurkholifah dan Gayung Kasuma menulisnya kepada VERLEDEN, dalam jurnalnya yang berjudul Pengelolaan Hutan Jati di Blora (1897-1942), publikasi tahun 2018. "Melalui hutan-hutan yang ada di Rembang, hutan tersebut harus menyerahkan 3000 balok-balok besar kayu jati untuk galangan kapal setiap tahunnya," tambahnya.
Halaman berikutnya...
Rahasia Mengontrol Populasi Nyamuk: Aedes aegypti Jantan Tuli Tidak Bisa Kawin!
Source | : | VERLEDEN: Jurnal Kesejarahan |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR