Kang Udjo, seniman angklung asal Jawa Barat, sukses menjadi duta Hari Indonesia pada Jambore Pramuka Dunia ke-23 di Kirarahama, Yamaguchi, Jepang, akhir Juli 2015. Para tamu dan perwakilan negara dari berbagai belahan dunia pun larut memainkan instrumen musik Nusantara itu.
Kang Udjo bertindak sebagai konduktor. Setiap tamu diberi satu angklung dengan notasi berbeda. Ada yang memegang angklung angka 1 atau do, 2 untuk re, 3 untuk mi, dan seterusnya.
Kang Udjo kemudian memandu goyangan angklung di tangan peserta dengan sebuah tongkat panjang sambil menunjuk angka demi angka. Para musisi dadakan itu mengikuti iringan musik lagu "Burung Kakaktua".
Para hadirin tidak menyangka, instrumen bambu itu mampu memunculkan nada eksotis dan memukau. Orang-orang dari berbagai ras dunia itu bahkan seakan lupa bahwa mereka sedang berdiri di udara terbuka Kirarahama yang siang itu mencapai 34 derajat celsius.
Tatkala Kang Udjo memainkan lagu "Can\'t Help Falling in Love", pengunjung bertambah larut. Ternyata, angklung dapat juga mengiringi lagu terkenal di seantero dunia sepanjang masa itu.
Ketua Kwartir Nasional Adhyaksa Dault terpancing bernyanyi di akhir lagu yang dipopulerkan oleh Elvis Presley tersebut. Semua orang akhirnya ikut menyanyikan lagu romantis itu: take my hand, take my whole life too, for I can\'t help, falling in love with you....
Magdalena Mazgaj, anggota pramuka asal Polandia, saat ditanya kesannya tentang angklung langsung menyebut kata luar biasa. Menurut gadis berusia 22 tahun itu, angklung membawa suasana magis.
"Saya tidak menyangka, Indonesia memiliki alat musik seperti angklung. Luar biasa. Saya suka sekali mendengar suaranya. Saya jadi tertarik mengenal Indonesia," kata Magdalena.
Juan Paulo dari Kolombia juga menyukai suara angklung. Semula saat awal mendengar suara angklung, dia menganggap alat musik itu dipukul. "Bunyinya aneh, tapi sangat menarik. Saya kira alat musik itu sangat bagus," kata Juan.
Kehadiran angklung di pengujung acara membuat atraksi saman, jaipong, dan tarian dayak asal Kalimantan Timur menjadi klimaks. Yang pasti, wajah-wajah para hadirin terlihat puas ketika acara selesai. Interaksi para pramuka luar negeri dengan anak-anak bangsa menjadi lebih cair.
Adhyaksa, yang memimpin Pramuka Indonesia sejak tahun 2014, menginginkan para pemuda Indonesia dapat memanfaatkan ajang besar itu untuk membina persahabatan, belajar memahami dan bersiap menghadapi persoalan global, mencari pengalaman, serta berinteraksi dengan pemuda dari seluruh bangsa.
"Jambore seluruh bangsa ini merupakan kesempatan buat anak-anak Indonesia menempa ilmu untuk menghadapi masa depan. Di sini, mereka paham apa kelebihan dan kekurangannya. Saya berharap, ketika sampai di Tanah Air, mereka dapat menularkan pengalaman itu kepada adik-adiknya. Angklung dan budaya Indonesia, yang oleh sebagian kalangan dianggap kuno dan ketinggalan zaman, justru menjadi daya tarik tersendiri di negeri orang," ujar Adhyaksa, mantan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga itu.
Diikuti 150 negara
Direktur Pramuka Asia Pasifik Jose Rizal P dari Filipina mengatakan, jambore ke-23 di Jepang itu diikuti 33.000 peserta dari 150 negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup besar mengirimkan kontingen, yaitu 462 orang. Namun, jumlah itu masih kalah besar dibandingkan Amerika Serikat yang mengirim 4.000 orang dan Inggris dengan 1.500 orang.
Kobarkan Semangat Eksplorasi, National Geographic Apparel Stores Resmi Dibuka di Indonesia
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR