Senin, 10 Agustus 2015, jam dinding di rumah kami menunjukkan pukul 07.30 WITA. Kami bergegas menyiapkan diri untuk menempuh perjalanan jauh dari bagian Flores Barat menuju ke Flores bagian Timur.
Kendaraan oto colt yang membawa kami sudah parkir di depan rumah setelah menempuh perjalanan rusak dari kampung Waekolong, Desa Ranakolong, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. Oto colt merupakan kendaraan utama yang mampu menerobos kampung-kampung yang jalannya rusak di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Setelah berkumpul di rumah dan menikmati kopi manggarai pagi itu, sang sopir, Kons, sudah memberikan aba-aba dengan menghidupkan mesin kendaraan sebagai tanda perjalanan segera dimulai. Semua barang yang diperlukan dalam perjalanan sudah masuk kendaraan. Bahkan bekal makanan dalam perjalanan seperti ketupat, daging ayam dan air minum sudah dimuat di dalam kendaraan. "Orang Manggarai Timur juga bisa membuat ketupat," kata saya dalam hati.
Kami sekeluarga sekitar 12 orang mulai menyusuri jalan raya negara dari Waelengga, ibu kota Kecamatan Kota Komba menuju ke Aimere, ibu kota Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada. Memasuki wilayah Aimere, Jerebuu, dengan jalan raya yang berkelok-kelok seperti seekor ular yang sedang berlari.
Sang sopir, Kons, yang sudah berpengalaman mengendarai kendaraan lintas Flores melaju dengan kecepatan yang sesuai dengan aturan lalu lintas.!break!
Dari Aimere sampai di Terminal Watujaji, kami menempuh perjalanan 2 jam lebih. Istirahat sebentar. Lalu, kami terus melakukan perjalanan dengan melewati Mataloko, Pusat Seminari Menengah Santo Yohanes Berkmans. Kami sangat kagum dengan gedung-gedung seminari yang dibangun oleh para misionaris yang bertugas di tempat itu pada zaman dahulu.
Bahkan, saat berdiskusi di atas kendaraan, kami semua mengagumi cara ahli dari Belanda pada zaman penjajahan dengan membangun jalan raya Negara lintas Flores dengan topografi yang sangat berat. Namun, kami juga mengatakan, meretas jalan raya di Pulau Flores oleh Belanda, tetapi yang bekerja adalah orang-orang Flores.
Kami terus melintasi berbagai pemandangan alam di kiri kanan jalan negara di Pulau Flores. Kami menikmati keindahan alam di sekitar gunung api Inerie.
Memasuki wilayah Kabupaten Nagekeo, di Boawae, kami menikmati keindahan gunung api Ebulobo. Sayangnya, saat musim kemarau ini, padang savana yang mampu dilihat oleh mata semua pada kering.
Setelah melewati Kampung Boawae, kami memasuki Pasar Raja, yang berada di pinggir jalan raya. Saat itu, Selasa (11/8/2015) adalah hari pasar sehingga ribuan orang dari berbagai kampung di sekitar Raja memadati pasar tersebut untuk belanja barang, baik barang keperluan rumah tangga maupun pakaian.
Sesudah itu, kami memasuki wilayah Aegela, jalan pintu masuk ke Mbay, ibu kota Kabupaten Nagekeo. Selanjutnya, kendaraan kami laju di jalan menurun yang sangat mulus karena aspal hotmix baru selesai dikerjakan menuju ke Nangaroro.!break!
Dari Nangaroro, kami melintasi pinggir pantai dengan pemandangan pulau-pulau di sekitar Nangaroro serta ribuan pohon kelapa. Buah kelapa sebagai penopang ekonomi keluarga masyarakat di sekitar itu dengan menjual kelapa dan mengolah menjadi minyak kelapa.
Ah, betapa indahnya Pulau Flores yang dianugerahkan Tuhan bagi Bangsa Indonesia. Bukan hanya keindahan alam di Nangaroro, melainkan kami dikejutkan dengan keindahan alam yang disuguhkan di wilayah Nangapanda.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR