Ini terdengar seperti kisah dalam novel "Hunger Games”, di mana para penguasa kerajaan memilih anak-anak terbaik dari seluruh wilayah mereka, untuk dibunuh dalam ritual memperkuat kekuasaan mereka.
Selama peradaban Inca, yang berkembang di Amerika Selatan sebelum kedatangan bangsa Eropa. Pengorbanan untuk ritual ini dikenal sebagai "capococha”. Salah satu korbannya adalah seorang anak laki-laki berusia 7 tahun, yang hidup lebih dari 500 tahun lalu. Sisa-sisa muminya ditemukan membeku di tepi Argentina Aconcagua, gunung tertinggi di luar Asia.
Pejalan kaki menemukan mumi pada tahun 1985. Sekarang, setelah 30 tahun, para ilmuwan telah menyusun beberapa DNA anak itu, dan menggunakannya untuk mempelajari lebih lanjut tentang kebangkitan dan luasnya Kekaisaran Inca. Temuan mereka dipublikasikan Kamis (12/11) dalam jurnal Scientific Reports.
Menggunakan sampel kecil dari paru-paru anak itu, peneliti mampu mengumpulkan seluruh genom mitokondrianya. Ini adalah DNA dengan kekuatan mitokondria, sumber energi di dalam sel. Tidak seperti DNA nuklir, yang berasal dari kedua orang tuanya, DNA mitokondria hanya mengandung 37 gen yang diturunkan, dan hampir tidak berubah dari ibu ke anak. Para penulis penelitian mengatakan ini adalah pertama kalinya para ilmuwan menerjemahkan semua DNA mitokondria dari mumi asli Amerika.
Anggota tim peneliti dari University of Santiago de Compostela di Spanyol dan Tim Forensik Antropologi Argentina, sebuah organisasi nirlaba ilmiah berusaha keras untuk memastikan bahwa DNA anak itu tidak terkontaminasi bahan genetik modern. Mereka mengekstraksi sampel paru-paru di ruang operasi yang steril, mengenakan setelan di seluruh tubuh, sarung tangan dan penutup wajah. Semua peralatan mereka dibersihkan dalam autoklaf dan disinari dengan UV untuk membunuh kemungkinan adanya DNA kontemporer.!break!
Selain itu, semua orang yang bekerja dengan sampel kuno, DNA mitokondria mereka disusun dan dicross-check. (Tidak ada tumpang tindih antara DNA mereka dan anak lelaki Inca).
Untuk mendapatkan DNA kuno, para peneliti mengekstrak sampel 350 miligram dari dalam paru-paru anak lelaki itu dan meletakkannya di cawan petri. DNA diekstraksi, diperkuat dalam mesin PCR dan disusun di dua laboratorium terpisah. Kedua laboratorium mendapat hasil yang sama.
Hasil tersebut menempatkan anak lelaki itu "sempurna" dalam populasi genetik, atau haplogroup, dikenal sebagai C1b yang khas dari penduduk asli Amerika, seperti yang dilaporkan penulis penelitian. Penelitian sebelumnya telah menetapkan bahwa salah satu orang yang pertama kali menghuni Amerika membawa tanda genetik ini dari Beringia (wilayah yang menghubungkan Siberia dan Alaska) atau ujung utara Amerika Utara.
Namun, genom mitokondria anak itu memiliki 10 mutasi berbeda yang tidak pernah terlihat bersama, baik pada DNA kuno atau modern. Para peneliti menamakannya sebagai cabang haplotype "C1bi" ("i" singkatan Inca). Fakta tanda genetik unik ini menawarkan bukti lebih lanjut, bahwa sampel DNA tidak terkontaminasi.
Beberapa dari 10 mutasi itu dibagikan atau telah dibagi pada orang lain, dan para peneliti menggunakan informasi tersebut untuk membuat beberapa dugaan tentang kehidupan anak itu. Kemungkinan besar, nenek moyangnya telah ada di Amerika Selatan untuk waktu yang lama, berasal dari dekat Andes sekitar 14.000 tahun yang lalu, tulis tim peneliti.
Ketika peneliti melihat kembali nenek moyang anak itu, bersama dengan orang-orang dalam kelompok genetik lainnya, mereka menemukan bahwa usia dan lokasi mereka cocok dengan apa yang sejarawan tahu tentang bagaimana peradaban Inca menyebar.
Jika ilmuwan menguji lebih banyak DNA mitokondria orang yang hidup sekarang, mereka mungkin akan menemukan salah satu kerabat anak itu. Jika mereka tidak dapat ditemukan, juga akan memberikan petunjuk penting tentang "perubahan penyebaran gen dari Amerika Selatan sejak periode peradaban Inca," tulis mereka
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR