Pernahkah anda melihat sesuatu yang imut dan menggemaskan, anak kucing, misalnya, hingga dorongan untuk melakukan kekerasan muncul begitu saja?
Hal itu merupakan reaksi umum ketika seseorang melihat sesuatu yang terlalu imut. Psikolog mengatakan itu adalah reaksi yang amat sehat. Disebut cute agression, keganjilan perilaku psikologi ini bertindak untuk menyeimbangkan emosi anda dan mengembalikan keseimbangan ketika kegembiraan menjadi terlalu intens.
Sebuah studi yang dilakukan ilmuwan Yale University menguji respon ini. Mereka menyebutnya sebagai bentuk ekspresi lain dari emosi positif.
Para peneliti melakukan serangkaian survei online untuk melacak respon orang dewasa terhadap rangsangan imut dan melihat ekspresi berbeda, yang menggambarkan dua ekspresi dari satu asal.
Keimutan ini secara umum didefinisikan dengan seberapa kekanak-kanakan sesuatu itu terlihat.
Dengan foto-foto bayi, selain menimbulkan respon pengasuhan, juga membawa respon agresif yang membuat partisipan mengatakan mereka ingin mencubit pipi bayi atau ingin menggigit mereka.
Dalam tes lain, 109 partisipan diperlihatkan gambar slideshow hewan-hewan imut, lucu dan biasa saja.
Partisipan juga diberikan lembar kertas gelembung. Saat melihat hewan imut, peneliti menemukan bahwa partisipan memencet lebih banyak gelembung, jauh dibanding ketika mereka melihat gambar lain.
“Orang-orang mungkin memulihkan keseimbangan emosional dengan ekspresi ini,” kata Oriana Aragón, pemimpin peneliti studi dari Departemen Psikologi Yale University.
Aragón menambahkan, ekspresi ini mengambil alih ketika orang kewalahan dengan emosi positif yang kuat. Dengan ekspresi ini pula orang dapat pulih lebih baik dari emosi kuat tersebut.
Pengetahuan ini meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana orang-orang mengekspresikan dan mengontrol emosi mereka, yang terkait penting dengan kesehatan mental dan fisik, kualitas hubungan dengan orang lain, dan bahkan seberapa baik orang bekerja sama.
Keimutan mungkin menjadi motivator alami untuk sosialisasi. Untungnya, dorongan kekerasan berlalu dengan cepat dan mengembalikan seseorang kembali pada keseimbangannya.
“Karena agresi ini berasal dari emosi positif, sepertinya tidak mungkin respon fisik negative akan benar-benar terjadi,” pungkas Aragón.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR