Indonesia dikenal sebagai negara mega biodiversity karena kekayaan alam dan keanekaragaman hayatinya yang luar biasa. Dengan modal alam itu, tak heran jika di Indonesia ada banyak kawasan yang memiliki potensi sebagai taman bumi (geopark).
Geopark mengusung konsep pengembangan kawasan wisata secara berkelanjutan yang memadukan tiga keragaman alam, yaitu geologi dan geomorfologi (Geodiversity), keragaman geologi nilai ilmiah (Geoheritage), serta konservasi Geodiversity (Geoconservation).
Bagi penggemar wisata alam, berikut ini 6 geopark di Indonesia yang harus masuk dalam daftar perjalanan Anda.
Gunung Batur
Gunung Batur termasuk rangkaian cincin api Pasifik yang membentuk sebagian dari deretan panjang gunung api aktif serupa di Indonesia.
Area kaldera Danau Batur terkenal karena kawah vulkaniknya yang terbentuk semenjak kurang lebih 23 ribu tahun lalu.
Taman Bumi Kaldera Batur tercatat merupakan taman bumi dunia yang pertama dari Indonesia.
(Baca juga: Gunung Batur, Geopark Indonesia Pertama di Jaringan Global)
Gunung Sewu
Gunung Sewu merupakan kawasan karst paling istimewa di Jawa. Kawasan itu berbentuk conical hills, terdiri dari sekitar 40.000 bukit karst. Panjang kawasan ini mencapai 85 kilometer dengan luasan endapan gampingnya mencapai 1.300 kilometer persegi.
Gunung Sewu menyimpan kekayaan geologi, salah satunya gua. Gua paling panjang di kawasan ini adalah Luweng Jaran di Pacitan dengan panjang mencapai 25 kilometer. Sementara goa paling dalam adalah Luweng Ngepoh dengan kedalaman mencapai 200 meter. Pemandangan khas dari kawasan Karst dijamin akan membuat Anda terpesona.
(Baca juga: Gunung Sewu Dinobatkan Sebagai Geopark Kelas Dunia)
Merangin
Kekayaan geologis Geopark Merangin lebih tinggi dibandingkan geopark lainnya, seperti di China dan Amerika Serikat. Karena masuk di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat yang relatif masih terjaga.
Geopark yang diperkirakan berumur 300 juta tahun itu akan jadi ladang riset utama para geolog dunia dalam mempelajari evolusi Bumi. Cukup banyak peninggalan fosil kayu dan tumbuhan serta kerang-kerangan di Merangin tercetak membatu di batu endapan lava dan abu vulkanik gunung purba.
(Baca juga: Tambang Emas Dikhawatirkan Ganjal Geopark Merangin Jadi Warisan Dunia)
Gunung Rinjani
Gunung setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut itu sangat unik karena memiliki kaldera dengan gunung api aktif, yakni Gunung Barujari.
Rinjani ibarat magnet yang memanggil alam batin untuk merasakan pesona alam yang luar biasa. Lanskap berupa padang sabana, jalur perbukitan dipayungi cemara gunung, tanjakan batu menuju puncak ditumbuhi bunga edelweiss hingga Danau Segara Anak siap memanjakan para pendaki. Sebagai sebuah taman bumi, Rinjani juga menyimpan potensi keragaman geologi, hayati dan tradisi yang menjadi bahan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan.
(Baca juga: Nikmat, Indah, dan Gagah Rinjani)
Danau Toba
Siapa yang tak mengenal Danau Toba? Dengan luas 1.145 kilometer persegi, kemashuran danau yang terbentuk akibat letusan vulkanik lebih dari 70 ribu tahun lalu ini telah mendunia. Di tengahnya berdiam sebuah pulau dengan luas yang hampir sebanding dengan luas negara Singapura.
(Artikel terkait: Ilmuwan Ungkap Cara Gunung Toba Menyimpan Magma)
Anda sebaiknya juga tidak melewatkan beragam atraksi seni budaya dan wisata olahraga yang dikemas dalam Festival Danau Toba. Tahun ini, Festival Danau Toba akan diselenggarakan pada bulan September.
(Baca juga: Catat! 10 Festival Seni Budaya di Indonesia Tahun 2016)
Ciletuh
Geopark Nasional Ciletuh di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, merupakan kawasan wisata alam yang sarat dengan pemandangan yang indah. Selain dikelilingi dengan perbukitan yang hijau, kawasan geopark ini juga memiliki air terjun di antara tebing bebatuan. Batuan alam yang terdapat di geopark ini merupakan hasil sedimentasi berbagai fosil, patahan, dan lempengan bumi puluhan juta tahun silam. Setelah menyandang gelar sebagai Geopark Nasional pada tahun 2015 lalu, Ciletuh akan terus mengalami pemeliharaan dan pengembangan.
(Baca: UNESCO Kukuhkan Ciletuh Sebagai Geopark Nasional)
Mendesak Pengesahan RUU Masyarakat Adat yang Menjadi Benteng Terakhir Upaya Konservasi
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR