Selama proses gerhana matahari, sebelum dan sesudah fase total, penampakan cahaya matahari mengalami perubahan bentuk nan menawan. Itu jadi incaran pemburu gerhana, fotografer, dan ahli fisika Matahari. Selain langka, keindahannya juga kerap membuat pemburu lupa tugasnya.
Sejak fase gerhana matahari sebagian dimulai, saat piringan Bulan menyentuh piringan luar Matahari, bulatan cahaya matahari berubah perlahan jadi sabit. Makin lama, sabit matahari tampak kian tipis hingga terjadi gerhana matahari total.
Sabit matahari itu terulang lagi saat totalitas gerhana berakhir hingga gerhana matahari sebagian berakhir. Bedanya, arah sabit matahari sebelum dan sesudah fase total saling berlawanan arah. Karena Indonesia di khatulistiwa, bagian dalam sabit matahari sebelum totalitas gerhana menghadap bawah. Setelah fase total, sabit mengarah ke atas.
Proses perubahan sabit matahari sebelum dan sesudah fase total gerhana masing-masing butuh lebih dari 1 jam. "Untuk memotret sabit matahari sepanjang gerhana secara teratur, kamera harus bisa mengikuti gerak semu Matahari," kata peneliti Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Emanuel Sungging Mumpuni, Minggu (7/2/2016).
Saat fase sabit matahari sebelum totalitas hampir berakhir atau menjelang gerhana matahari total, muncul untaian manik mutiara cahaya matahari dari pinggir piringan Bulan yang menutupi piringan Matahari.
Manik-manik disebut Baily\'s beads itu terbentuk karena permukaan piringan Bulan tak rata, ada gunung dan kawah di permukaan. Sinar matahari yang menerobos kawah-kawah Bulan itu membentuk manik-manik cahaya matahari.
Saat untaian mutiara cahaya sesaat itu hampir berakhir dan cahaya matahari nyaris terhalang piringan Bulan, muncul cahaya dari bagian dalam korona (atmosfer paling atas Matahari). Cahaya korona mengelilingi piringan Bulan membentuk pola cahaya dinamai cincin berlian (diamond ring).
"Di bagian terakhir terbentuk sabit matahari ada pendaran cahaya korona yang mencelat sehingga efeknya seperti berlian bersinar," ujarnya.
Proses munculnya manik mutiara hingga cincin berlian itu beberapa detik jelang totalitas gerhana. Jadi, pemotret kedua efek cahaya itu biasanya fokus mengabadikannya karena sesaat sesudah itu muncul cahaya korona menakjubkan.
!break!Mahkota
Setelah fase gerhana matahari total dimulai, suasana akan jadi gelap. Setelah sinar matahari hilang sementara waktu, tampak korona matahari nan redup. Dialah aktor utama paling dinanti selama gerhana.
Dinamakan korona, dalam bahasa Latin berarti \'mahkota\', karena penampakan bagai mahkota cahaya selubungi piringan Bulan. Korona tampak saat gerhana matahari total karena kecerlangannya seperseratus ribu sampai sepersejuta dari langit.
Ahli fisika matahari yang juga Ketua Program Studi Magister dan Doktor Astronomi Institut Teknologi Bandung, Dhani Herdiwijaya, mengatakan, korona jadi misteri bagi peneliti. Meski redup dan jauh dari permukaan Matahari yang memancarkan cahaya atau fotosfer, suhu korona bisa jutaan derajat celsius. Padahal, suhu fotosfer hanya 5.500 derajat celsius.
"Api dari api unggun, makin jauh kian dingin. Namun, korona Matahari sebaliknya, makin jauh dari permukaan Matahari kian panas," ucapnya.
Suhu jutaan derajat korona itu bukan dari kerapatan partikel di korona yang renggang dan bertahap berubah jadi aliran partikel yang disebut angin matahari. Itu diperoleh dari konversi energi magnetik jadi energi panas. Makin banyak jumlah bintik matahari di permukaan Matahari, kian besar energi magnetik terbentuk dan dikonversi. Mekanisme detail konversi energi itu jadi misteri.
Selain itu, penampakan korona setiap gerhana tak sama. Wujud korona dipengaruhi aktivitas Matahari yang diukur dari jumlah bintik matahari di permukaan. Saat aktivitas Matahari maksimum atau banyak bintik matahari, korona terpolarisasi atau terkumpul di beberapa bagian hingga berbentuk mirip helm tentara Romawi.
"Pola itu terbentuk karena medan magnetik besar ditimbulkan bintik matahari," kata Dhani. Panjang korona terpolarisasi 2-3 kali radius Matahari.
Saat jumlah bintik matahari sedikit, korona tampak simetris, tersebar merata di permukaan piringan Bulan. Itu diperkirakan tampak pada gerhana matahari 9 Maret 2016. Kini, aktivitas Matahari turun karena baru mencapai puncak pada 2013. Siklus aktivitas Matahari itu rata-rata berulang setiap 11 tahun.
Kemajuan teknologi membuat pengamatan korona kini bisa pada panjang gelombang sinar-X dan sinar ultraviolet dengan teleskop luar angkasa. Namun, pengamatan korona pada panjang gelombang visual saat gerhana matahari tetap menarik karena citra korona berbagai panjang gelombang dari daerah korona berbeda.
Hal itu membuat magis gerhana matahari total tak pernah lekang oleh zaman. Ia memukau dan diincar pemburu gerhana.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR