Kampung Merabu di Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, lokasi percontohan program penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, diproyeksikan menjadi salah satu andalan destinasi ekowisata.
Model pembangunan itu diharapkan mampu melindungi ekosistem karst setempat sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.
Kawasan hutan di Merabu bagian dari jajaran pegunungan karst Sangkulirang Mangkalihat yang membentang dari Kutai ke Berau.
Di Merabu, gua-gua karst itu ”surga” sarang burung walet, sedangkan hutan-hutannya menghasilkan madu hutan dan berbagai kerajinan dari rotan.
”Kami mengerucut pada pilihan ekowisata di Merabu,” kata Agus Tamtomo, Wakil Bupati Berau terpilih, Kamis (4/2/2016) malam saat mendampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Iklim Norwegia Vidar Helgesen.
Norwegia berkomitmen memberi hibah dana 1 miliar dollar AS untuk program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi lahan di seluruh Indonesia.
Berau memiliki destinasi wisata lengkap, mulai dari pegunungan di gugusan karst Sangkulirang Mangkalihat hingga Taman Laut Derawan.
Namun, kata Agus, dari sekitar 10 juta wisatawan asing per tahun yang berkunjung di destinasi-destinasi wisata di Indonesia, baru 2.000-an wisatawan yang ke Berau.
Dengan tambahan tujuan wisata di Merabu, diharapkan dapat memberi banyak atraksi dan meningkatkan lama tinggal turis di Berau. Merabu memiliki gua-gua karst dengan jejak lukisan purba berumur jutaan tahun dan kolam sumber air Nyadeng yang mengalir dari perbukitan karst.
Namun, Niel Makinuddin, aktivis lingkungan, mengatakan, gugusan karst Sangkulirang Mangkalihat terancam pertambangan pabrik semen.
Itu berpotensi merusak karst yang juga sumber air masyarakat Biduk-biduk, destinasi wisata alternatif Derawan. Di tempat itu terdapat ekowisata pulau dan Labuan Cermin yang ramai dikunjungi wisatawan.
Dalam tata ruang Kaltim, daerah itu masuk daerah pengembangan wisata. Semestinya, industri yang masuk pun mendukung perkembangan wisata. ”Bukan sebaliknya,” kata Niel.
Sehari sebelumnya, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak mengatakan, Kaltim berkomitmen menjadi provinsi hijau yang menganut pertumbuhan ekonomi hijau. Kaltim tidak akan menjadi pelepas emisi (besar) lagi. ”Terus terang kami malu,” katanya.
Ia juga telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 67 Tahun 2012 untuk melindungi 1,8 juta hektar gugusan ekosistem esensial pegunungan karst Sangkulirang Mangkalihat.
Namun, diakui, penerapan kebijakan provinsi di daerah terkait pembangunan rendah emisi itu masih mengalami berbagai kendala.
”Pada tingkatan politik, para pengambil kebijakan utama dan kelompok legislatif di daerah belum memahami dengan baik konsep-konsep Green Kaltim yang memang masih baru dan terus berkembang sehingga mereka kesulitan mendukungnya,” kata Awang.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR