Sekali lagi, Indonesia harus kehilangan satu subspesies harimau setelah International Union of Conservation for Nature (IUCN) menaikkan status Harimau Jawa dari level Sangat Rentan (Critically Endangered) ke Punah (Extinct) pada pertengahan tahun 1970. Sekitar tiga puluh tahun sebelumnya, sepupu dekat harimau Jawa, yakni harimau Bali juga telah dinyatakan punah.
Hingga saat ini, ada tiga subspesies harimau di dunia yang dinyatakan punah oleh IUCN: harimau Kaspia (Panthera tigris virgata); harimau Bali (Panthera tigris balica); dan harimau Jawa (Panthera tigris sondaica).
Harimau Jawa merupakan subspesies harimau yang memiliki postur tubuh terbesar keempat di dunia setelah Harimau Kaspia di Semenanjung Balkan, Harimau Siberia di selatan Russia dan negara-negara Asia Timur Jauh, serta Harimau Benggala di India. Di kalangan masyarakat Jawa, kucing besar ini begitu dihormati. Mereka biasa menyebutnya dengan julukan “Simbah”.
Belum ada yang mengukur tubuh harimau Jawa secara pasti. Diperkirakan, jika diukur dari hidung hingga ekor, panjang tubuh harimau Jawa jantan dewasa bisa mencapai 285 cm dengan berat sekitar 150 Kg. Sementara betina dewasa diperkirakan dapat mencapai ukuran 270 cm, dengan berat sekitar 140 Kg.
Berdasarkan pengamatan pada sebuah foto hitam putih harimau Jawa yang mati diburu di Taman Nasional Meru Betiri tahun 1957, harimau Jawa tampak memiliki pola loreng yang sedikit lebih tipis dibandingkan dengan loreng pada harimau Sumatera. Bentuk hidung dan moncongnya lebih sempit dan memanjang, dengan kepala yang cenderung bulat dengan muka lonjong. Tidak seperti harimau Sumatera yang bulu pada pipi kanan dan kiri sedikit lebih tebal dan panjang, pada harimau Jawa bulu tebal dan panjang justru terkonsentrasi di dagu bagian bawah.
Benarkah harimau Jawa telah punah?
Meski statusnya sudah dinyatakan punah oleh IUCN, kepunahan harimau Jawa masih disangsikan oleh sebagian kalangan. Mereka percaya bahwa harimau Jawa masih ada, belum punah seperti yang telah diberitakan selama ini.
Didik Raharyono, seorang peneliti Indonesia yang meyakini bahwa harimau Jawa belum punah, giat mengungkap fakta keberadaan Simbah di Nusantara. Dengan semboyan “Sehelai rambut adalah bukti keberadaan Harimau Jawa”, Ia melakoni berbagai penelitian serta pengamatan lapangan secara langsung demi mendapatkan fakta-fakta dan petunjuk yang mengarah pada eksistensi harimau Jawa.
Dalam buku “Berkawan Harimau Bersama Alam” yang disusunnya bersama Eko Teguh Paripurno, Didik menuangkan fakta-fakta dan hasil penelitiannya tentang keberadaan harimau Jawa. Bukti-bukti pengamatan seperti foto, temuan kotoran, garutan bekas cakar, jejak tapak kaki, bulu yang tersangkut maupun jejak-jejak lain yang ditemukan semakin memperkuat keberadaan harimau Jawa pada saat ini.
Kesaksian dari masyarakat yang bekerja sebagai perencek (pencari kayu di hutan) atau pesanggem (petani hutan) di sekitar habitat harimau Jawa yang pernah melihat dan berpapasan langsung dengan Simbah juga memperkuat bukti-bukti sebelumnya.
Dalam situs www.pedulikarnivorjawa.org, Didik Raharyono menyatakan bahwa setelah pencarian panjang tentang bukti-bukti keberadaan harimau Jawa, akhirnya Ia mendapat petunjuk kuat tentang keberadaan kucing besar tersebut pada 2014 silam. Kiriman foto sosok harimau loreng di lantai hutan jati di kawasan Provinsi Jawa Timur, jelas sangat menguatkan bukti-bukti bahwa harimau Jawa belum punah.
“Berselang dua minggu kemudian ada kiriman lagi sosok jelas foto Harimau Jawa yang sedang melintas di hutan pinus di sebuah lereng gunung di Jawa Tengah,” tambahnya.
Mencari bukti keberadaan Simbah secara ilmiah memang tidak semudah membalik telapak tangan. Dibutuhkan upaya dan kerjasama dari berbagai pihak untuk membuktikan keberadaan harimau Jawa saat ini. Semakin banyak orang yang peduli dan berusaha menemukan jejak harimau Jawa, otomatis akan semakin banyak pula bukti-bukti terkumpul untuk mengeluarkan Simbah dari daftar hewan yang telah punah.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR