Industrialisasi yang merangsek tanpa ampun, membuat pasar modern menjamur tak terkendali. Akibatnya pasar tradisional pun kian terdesak. Pertumbuhan pasar tradisional terus mengalami penurunan. Pada 2011, pertumbuhannya turun 8,1 persen sementara pasar modern mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 31,4 persen.
Saat ini, sebagian besar orang lebih memilih berbelanja di pasar modern ketimbang di pasar tradisional. Tempat yang lebih bersih dan nyaman menjadi alasan utama mengapa orang lebih suka berbelanja di pasar modern.
(Baca juga: Pasar Ikan dan Luar Batang, Riwayat "Batavia" dengan Karakter Beragam)
Semakin hari, pasar tradisional kian ditinggalkan pembelinya. Tanpa pembeli, para penjual di pasar tradisional satu persatu meninggalkan lapak mereka. Ketika saat itu tiba, tinggal menunggu waktu sampai pasar tradisional itu benar-benar ditutup.
“Jumlah pasar tradisional terus menurun, dari 2007-2014 saja ada 4000 pasar yang hilang. Dalam satu pasar ada lingkaran profesi yang bergantung. Petani, peternak, nelayan, pedagang, kuli panggul, transportasi. Coba bayangkan berapa banyak orang yang kehilangan pekerjaan?” kata Manajer Komunikasi dan Manajemen Pengetahuan Yayasan Danamon Peduli, Ency Mataniari.
(Baca juga: Kemeriahan Pasar Keroncong Kotagede 2015)
Pasar tradisional memang belum bisa memberikan kenyamanan setara dengan pasar modern. Tetapi, pasar tradisional memiliki keunggulan yang tak dimiliki oleh pasar modern: interaksi sosial yang kuat dan selalu memanusiakan manusia. Hanya di pasar rakyat, kita bisa unjuk kelihaian dalam seni tawar menawar.
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan daya tarik pasar tradisional di mata masyarakat, Yayasan Danamon Peduli bekerja sama dengan Fotokita.net mengadakan kontes foto bertajuk “Pasar Rakyat” pada 14 Maret – 14 Mei 2016.
(Baca juga: Memasyarakatkan Keroncong lewat Pasar Keroncong Kotagede)
Kontes foto Pasar Rakyat mengusung misi yang jauh lebih penting dari sekadar mengumpulkan foto-foto pasar tradisional nan menawan, yakni untuk melestarikan budaya asli masyarakat. Melalui fotografi, pihak penyelenggara ingin mengangkat kembali eksistensi pasar tradisional.
“Dalam upaya melestarikan pasar tradisional, fotografer punya peran untuk turut mensosialisasikan pasar tradisional melalui karya foto-foto mereka,” ungkap Editor Fotokita.net, Firman Firdaus.
Selain itu, kontes ini juga bertujuan untuk mendorong generasi muda untuk lebih mengenal pasar tradisional. “Karena sekarang kan anak-anak muda cenderung pergi ke pasar modern. Padahal, pasar tradisional merupakan destinasi wisata yang menarik, hanya saja belum terpoles dengan baik,” ujar Ency.
(Baca juga: Isi Libur Akhir Pekan dengan Nostalgia di Pasar Klithikan Semarang)
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR