Momen setelah matinya sebuah bintang mampu menyaingin mitos mengenai penciptaan. Ketika bintang meledak di galaksi, dan melemparkan potongan-potongannya pada sistem alam semesta, mereka melahirkan bintang baru dan dunia baru dengan material yang dibutuhkan untuk hidup.
Dalam kematiannya, sebuah bintang terlahir kembali. Namun dalam setiap cerita mengenai penciptaan, semuanya memiliki sisi gelap. Ledakan besar di galaksi atau supernova mampu memberikan hujan radiasi dan kematian bagi kehidupan yang ada di dunia. Hal tersebut mampu mengubah sejarah alam yang ada.
Salah satu perubahan pernah terjadi di bumi sekitar 1.7 dan 3.2 juta tahun yang lalu. Sebuah bintang dengan berat sembilan kali matahari meledak, dan langit malam berubah mnejadi biru selama seminggu.
Lama setelah kegelapan kembali, sinar kosmik seperti petir nampak melengkung dari langit ke tanah, dan iklim planet mungkin mengalami perubahan.
Hewan darat dan laut dangkal dihujani oleh gelombang radiasi. Seiring waktu, partikel-partikel tersebut memicu adanya mutasi pada DNA, membuat adanya perubahan kecil seperti evolusi.
!break!Dari sudut pandang kita yang tinggal di Bumi, supernova muncul secara tiba-tiba, dan nama mereka pun muncul menjadi sebuah bintang baru. Mereka nampak brilian, cahayanya yang bersinar memudar dalam beberapa hari atau minggi, namun mereka terus menembakan gelombang sinar-x yang luar biasa, sinar gamma dan cepat, partikel yang berenergi untuk bertahan lebih lama lagi.
Para astronom membawa permasalah supernova ini ke bumi, dan merasa heran meengapa supernova tersebut mampu memengaruhi iklim di bumi dan proses evolusi yang mereka mainkan dari luar permukaan Bumi.
Awal musim ini, para astronom menggunakan bukti dari sedimen dasar laut dan debu bulan untuk mempelajari dua ledakan supernova terdekat yang pernah meledak beberapa ratus tahun cahaya lalu. Ledakan yang pertama terjadi antara 1.5 dan 3.2 juta tahun yang lalu, dan yang lainnya 6.5 hingga 8.7 juta tahun yang lalu.
Adrian Melott, fisikawan dari University of Kansas, heran mengenai waktu terjadinya supernova yang baru-baru saja terjadi. Rentang tanggalnya termasuk waktu dari kepunahan minor yang terjadi pada masa Pleistocene, sekitar 2.59 juta tahun yang lalu, yang menjadi penyebab dari iklim yang mulai dingin dan perubahan daerah yang dramatis di Africa dan Amerika Tengah.
Melott dan lainnya heran bagaimana sebuah supernova mampu menghujani Bumi dengan cukup banyak partikel dan radiasi hingga menyebabkan kepunahan massal. Terimakasih pada penelitian baru tentang sejarah supernova, kini mereka bisa mempelajarinya lebih dalam dengan sungguh-sungguh.
Melott melakukan simulasi dengan komputer memperkirakanbahwa ledakan bintang yang lembut akan menghujani Bumi dengan radiasi untuk ratusan atau ribuan tahun . Mereka juga akan melakukan ionisasi paa atmosfer pada tingkat delapan kali lebih tinggi dari normal, dimana akan memicu peningkatan awan petir.
"Saya berekspetasi dalam menyimpulkan bahwa tidak akan ada kesempatan memberikan efek karena jarak, namun hal tersebut justri menjadi lebih substansial dari yang saya perkirakan.
," ujar Melott.
Ketika Mellot dan rekan lainnya mengerjakan laporan penelitian , yang muncul dalam the Astrophysical Journal Letters, tim arkeolog supernova lainnya tengah melakukan penelitian pada dua supernova lokal yang terjadi 1.5 dan 2.3 juta, dan 6.5 hingga 8.7 juta tahun yang lalu.
Brian Fields, Brian Fry, dan John Ellis berargumen bahwa supernova tersebut lebih dekat dari yang para ilmuwan pikirkan -- mungkin hanya berjarak 150 tahun jacaya, bukan 325. Jika itu benar, efek radiasi mungkin akan lebih kuat lagi, ujar Melott.
Radiasi tidak akan begitu mengerikan, jika dibandingkan dengan jumlah yang kita terima dalam CT scan. Namun itu tidak langsung menjadi sebuah keputusan yang pasti. Melott mengatakan bahwa partikel bisa menjadi lebih besar termasuk muons, partikel di bawah elektron dan memiliki energi yang lebih besar, sehingga mereka mampu melakukan penetrasi lebih dalam, termasuk ke dalam lautan.
Dan mereka mampu memberikan efek yang lebih besar pada hewan besar seperti mammoth, bahwa manusia. Banyak yang berkata bahwa radiasi supernova bisa tiga kali lebih besar dari radiasi sepanjang hari dari cahaya kosmik.
"Hal itu akan meningkatkan kemungkinan kanker pada kita, namun jika kamu melakukannya pada organisme di bumi, untuk ratusan hingga ribuan tahun mendatang, akan ada sesuatu yang bisa Anda lihat," ujar Melott. "Jika Anda cukup ahli dalam statistika untuk mencari kanker tulang pada fosil, untuk cepatnya, mungkin Anda dapat melakukannya," jelas Melott.
Radiasi diketahui mampu menjadi penyebab mutasi DNA yang hidup dalam organisme dan sel kelamin mereka, yang akan membawa mereka bermutasi dan memungkinkan perubahan fisik yang terjadi pada generasi selanjutnya. Pertukaran kromosom mampu membawa proses evolusi.
!break!Bagi Melott, yang paling mengejutkan adalah meningkatnya intensitas petir. Lonjakan besar dalam ionisasi di atmosfer akan meningkatkan awan petir yang memengaruhi cuaca, bahkan memicu kebakaran hutan.
"Itu adalah salah satu yang ingin kita selidiki, apakah ada bukti peningkatan api dalam catatan geologi," katanya. Tapi ia menegaskan kembali bahwa dirinya bukan seorang klimatolog, dan itu bagaimana ionisasi pada atmosfer memengaruhi iklim menjadi penelitian khusus bagi penelitian iklim.
Tentu saja, penelitian ini membutuhkan bukti substansial yang lebih banyak untuk meneliti supernova terkait perubahan iklim dan kepunahan massal.
Jika ledakan level medium terjadi hampir ratusan tahun cahaya, akan seberapa besar ledakan itu?
"Ini bukan suatu peristiwa yang besar selama tidak bersangkutan dengan Bumi. Hal seperti ini rata-rata terjadi setiap beberapa juta tahun," ujar Melott.
Penulis | : | |
Editor | : | test |
KOMENTAR