Nationalgeographic.co.id—Astrologi adalah praktik kuno yang tetap populer di banyak tempat di dunia. Kata astrologi berasal dari bahasa Yunani astron, yang berarti bintang. Astrologi mengacu pada studi tentang pergerakan, posisi, dan aspek lain dari bintang dan planet dengan tujuan memperoleh pengetahuan tentang kehidupan manusia dan peristiwa masa depan.
Secara umum, orang tertarik pada penjelasan atau prediksi astrologi selama masa stres, kebingungan, dan ketidakpastian. Misalnya, selama masa pergolakan sosial dan politik seperti menghadapi revolusi atau pandemi serta krisis pribadi seperti mengalami penyakit serius. Banyak yang beralih ke astrologi sebagai cara untuk mengatasi dan merasa hidup dapat dikendalikan atau setidaknya dapat diprediksi.
Adapun pendorong lain dari perbedaan keyakinan individu dalam astrologi, yakni faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, spiritualitas, gaya berpikir, sikap, kepribadian, dan kemampuan kognitif dapat berperan. Ini membawa kita ke studi terbaru oleh Andersson dan rekan-rekannya dari Swedia, yang akan diterbitkan dalam Personality and Individual Differences edisi Maret 2022, yang menunjukkan bahwa kepercayaan pada astrologi dikaitkan dengan narsisme yang lebih tinggi dan kecerdasan yang lebih rendah.
Mengapa narsisme lebih tinggi? Mungkin karena fokus pada diri sendiri dan tempat khusus seseorang di alam semesta menarik bagi para narsisis. Selain itu, keyakinan paranormal dan takhayul tertentu, seperti keyakinan narsisis tentang kemampuan superior mereka sendiri (misalnya, “Saya paranormal”) mungkin juga membuat narsisis merasa istimewa dan superior.
Lalu, bagaimana bisa orang yang percaya astrologi dikaitkan dengan kecerdasan lebih rendah? Ya, hal ini berpotensi karena kepercayaan pada paranormal sering dikaitkan dengan kurangnya pemikiran kritis.
Source | : | ancient origins,Live Science |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR