“Ini adalah kejujuran yang harus kami sampaikan,” ujar Suwondo. “Ada faktor kurangnya pengetahuan dan kemauan aparat penegak hukum dalam mengungkap perdagangan satwa liar secara komprehensif.”
Bagaimana vonis dijatuhkan itu berawal dari penyidik, yakni kepolisian. Alur sederhananya adalah polisi melakukan penyidikan—materi penyidikan termasuk barang bukti nantinya akan diserahkan kepada jaksa untuk dipelajari. Jaksa akan mempelajari materi terkait kasus tersebut untuk dibawa ke meja sidang dan bertanding dalam persidangan. Berdasarkan paparan jaksa dan materi yang terkait dalam sidang, barulah hakim yang akan menentukan vonis.
“Vonis penjara satu atau dua tahun, atau seumur hidup, ditentukan dari bukti. Di sini, penyidik harus mampu menggali cerita atau fakta secara detail sehingga jaksa mempunayai kepercayaan diri untuk menuntut dengan tinggi dan hakim bisa mengerti,” ujar Suwondo.
Mencari bukti dan dan fakta secara detail membutuhkan pengetahuan dan perhatian mendalam tentang kasus yang diusut. Jika penyidik belum memiliki pengetahuan akan satwa liar terutama yang dilindungi, maka pelatihan dan sosialisasi kepada penyidik bisa ditingkatkan. Namun, penyerapan dan penerapannya harus diawali dari kepedulian terhadap kasus ini, dan Suwondo mengakui bahwa tingkat kepedulian aparat terhadap kasus satwa liar masih rendah dibandingkan terhadap kasus lainnya.
Sebagai catatan, kejahatan terorganisir terbesar di dunia adalah perdagangan narkoba, penggelapan senjata, perdagangan orang, sedangkan perdagangan ilegal satwa liar berada di posisi ke empat.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR