Suatu hari ia akan mengembangkan teori relativitas dan persamaan paling terkenal yang pernah ditulis, E = mc2. Dia akan membantu meletakkan dasar untuk teori kuantum modern, memenangkan Penghargaan Nobel, dan menjadi identik dengan kata “jenius”.
Tetapi Elsa Einstein pernah bercerita bahwa ia jatuh cinta dengan sepupunya yang tampan, Albert, karena alasan yang sama sekali berbeda: “karena dia memainkan Mozart menggunakan biola dengan sangat indah.”
Atau mungkin itu bukanlah alasan yang berbeda. Musik jauh dari sekadar pekerjaan sampingan Einstein, itu adalah pusat segala sesuatu yang ia pikir dan lakukan.
“Musik membantunya ketika ia sedang memikirkan teori-teorinya,” kata Elsa, yang menjadi istri kedua Albert pada 1919. “Ia pergi ke tempat penelitiannya, pulang kembali, memainkan beberapa akor pada piano, menuliskan sesuatu, dan kembali ke penelitiannya.”
Fisikawan besar itu sendiri pernah berkata bahwa jika ia tak menjadi ilmuwan, ia tentu akan menjadi musisi.
“Hidup tanpa bermain musik tak terbayangkan bagi saya,” ia menyatakan. “Saya menghidupkan lamunan saya dalam musik. Saya melihat hidup saya dalam musik… Saya mendapatkan sebagian besar sukacita dari musik.”
Baca juga: 14 Maret 1879, Einstein Lahir ke Dunia
Semua itu ibarat hubungan asmara yang butuh waktu untuk benar-benar berkilau. Einstein berusia enam tahun ketika Pauline, ibunya yang merupakan pianis andal, mengatur pelajaran biola untuknya. Tetapi alat musik tersebut baru benar-benar patuh padanya ketika ia menemukan sonata biola Mozart pada usia 13 tahun. Dari momen itu, musik menjadi gairah yang kuat baginya.
"Saya mendapatkan sebagian besar sukacita dari musik,” kata Einstein.
Mozart kemudian menjadi komponis favoritnya, bersama Bach, selama sisa hidupnya. Itu mungkin bukanlah sebuah kebetulan: seperti yang telah diungkapkan oleh banyak penulis biografi Einstein, musik Bach dan Mozart memiliki banyak kesamaan dalam hal kejelasan, kesederhanaan, dan kesempurnaan arsitektural dengan apa yang selalu dicari Einstein dalam teori-teorinya sendiri.
Hal itu mungkin juga menjelaskan kebenciannya terhadap musik yang kurang terorganisir dan lebih emotif dari tokoh-tokoh abad ke-19 seperti Richard Wagner. (“Sebagian besar, Saya hanya dapat mendengarkannya dengan jijik,” Einstein pernah berkata tentang komponis asal Jerman tersebut.)
(Lady Gaga ft Einstein? Simak video berikut ini)
Di era sebelum kelahiran i-Tunes, Einstein berusaha keras membawa musik bersamanya dalam bentuk fisik. Ia jarang pergi kemana pun tanpa wadah biolanya. Wadah itu tak selalu berisi biola yang sama. Einstein memiliki beberapa biola sepanjang hidupnya, tetapi ia dilaporkan memberi masing-masing biola itu nama panggilan kesayangan yang sama: “Lina”, kependekan dari violin. Dalam perjalanannya, ia sering membawa Lina untuk bermain musik kamar pada sore hari di rumah seseorang, dan ia juga menjalin banyak persahabatan karena musik.
Baca juga: Einstein dan Pesonanya Terhadap Wanita
Pada tahun 1930-an, ia dan Elsa memilih menetap di Princeton, New Jersey, ketimbang pulang kembali ke cengkeraman Nazi di Jerman. Ia mengadakan sesi musik kamar di rumah mereka sendiri tiap Rabu malam. Sesi ini sangat suci: Einstein akan selalu mengatur ulang jadwal kegiatannya untuk memastikan dia menghadiri sesi tersebut.
Pada malam Halloween, ia sering pergi ke luar dan mengejutkan para palaku “trick or treat” dengan alunan biola dadakan. Pada saat Natal, ia akan bermain bersama kelompok penyanyi.
Karena tidak ada rekaman otentik permainan musik Einstein, perdebatan tentang seberapa bagus permainan musiknya terus berlanjut. Salah satu foto menunjukkan kekeliruan Einstein dalam memegang biola yang membuat guru biola mana pun bergidik ngeri
“Ada banyak musisi dengan teknik yang lebih baik, tetapi tak satu pun, saya yakin, yang pernah memainkan dengan ketulusan atau penghayatan yang lebih dalam (dari Einstein).”
Einstein juga dikenal tak bertahan dalam sinkronisasi. Legenda mengatakan bahwa ketika ia melewatkan nada masuk saat bermain dalam kuartet bersama Fritz Kreisler, pemain biola besar itu menoleh ke arahnya dan bertanya, “Ada apa, profesor? Anda tidak bisa berhitung?”
Namun, bukti menunjukkan bahwa Elsa tidak menjadi sentimental karena kualitas permainan Albert. Pada usia 16 tahun, sepupu Elsa tersebut menjalani tes musik di sekolahnya, dan inspektur musik menulis bahwa “seorang siswa bernama Einstein begitu bersinar dalam penampilan penuh penghayatan sebuah adagiao dari salah satu sonata Beethoven.”
Baca juga: Lipatan Rumit di Otak, Rahasia Kejeniusan Albert Einstein
Kemudian, seorang teman menulis, “Ada banyak musisi dengan teknik yang lebih baik, tetapi tak satu pun, saya yakin, yang pernah memainkan dengan ketulusan atau penghayatan yang lebih dalam (dari Einstein).”
Einstein terus bermain hingga mendekati akhir hayatnya. Hanya ketika tangan kirinya yang menua tak lagi bisa menekan senar-senar, ia meletakkan Lina secara baik-baik. Tetapi, ia tak pernah kehilangan gairahnya terhadap musik.
Dalam profil yang diterbitkan beberapa bulan setelah kematian Einstein pada bulan April tahun 1955, penulis Jerome Weidman mengenang ketika dirinya berada di sebuah pesta makan malam mewah, dan terjebak mendengarkan musik kamar. Selama jeda, ia mengaku pada pria yang duduk di sebelahnya, bahwa ia hampir bisa dikatakan buta nada.
Baca juga: Dapatkah Musik Memengaruhi Kecerdasan Anak?
“Ikutlah bersama saya,” kata Einstein. Kemudian ia menyeret Weidman yang kecewa itu keluar dari konser dan menuntunnya ke sebuah ruang studi di lantai atas, yang penuh dengan koleksi piringan hitam.
Dalam ruangan itu, Einstein memainkan cuplikan lagu-lagu Bing Crosby, Encrico Caruso, dan banyak lainnya—penyanyi pop 1950-an yang setara dengan Bruno Mars dan Lady Gaga. Ia bersikeras agar Weidman menyanyikan ulang masing-masing cuplikan lagu tersebut untuk melatih telinganya.
Setelah Einstein merasa puas, mereka pun kembali ke lantai bawah, dan Weidman sangat heran karena untuk pertama kalinya, dirinya dapat mengapresiasi karya Bach, “Sheep May Safely Grace”.
Sesaat kemudian, sang nyonya rumah menanyakan dari mana saja keduanya.
Mereka telah terlibat "dalam aktivitas terhebat yang mampu dilakukan oleh manusia,” jawab Einstein, “membuka fragmen lain dari batas keindahan.”
---------------------------
Konten ini merupakan bagian dari GENIUS, serial bernaskah pertama yang dihadirkan oleh National Geographic berdasarkan buku karya Walter Isaacson, "Einstein: His Life and Universe". Serial ini mengangkat kisah Einstein di luar bidang akademis, untuk mengulik perjuangannya menjadi suami dan ayah yang baik, serta pria dengan prinsip kuat selama masa-masa kerusuhan global. Pikirannya yang kreatif dan berani kerap kali menempatkan ia dan orang-orang yang dicintainya dalam bahaya, namun juga menuntunnya pada penemuan-penemuan inovatif yang mengubah wajah ilmu pengetahuan modern.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR