Harganya yang terjangkau, cara memasak yang mudah serta kelezatan rasanya membuat mi instan menjadi makanan favorit di banyak negara. Meski sangat populer, mi kering yang dikemas dengan bubuk penyedap dan minyak bumbu ini sering dikritik sebagai makanan tanpa nutrisi.
Mi instan mengandung karbohidrat dan lemak tinggi, tapi rendah protein, serat, vitamin dan mineral. Itu sebabnya makanan instan ini punya reputasi kurang baik untuk tubuh.
Menurut World Instant Noodles Association (WINA), setidaknya ada sekitar 52 negara di seluruh dunia yang mengkonsumsi 97,7 miliar porsi mi per tahun.
Konsumen mi tertinggi adalah China dan Hong Kong, yang mengkonsumsi sekitar 40,43 miliar porsi per tahun. Setelah itu, diikuti oleh Indonesia dengan porsi konsumsi sebanyak 13,20 miliar porsi per tahun.
Studi yang dilakukan tim dari Baylor University dan Harvard yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition mengungkapkan, bahwa sering mengonsumsi mi instan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
Para periset menganalisa pola makan dan kesehatan 11.000 warga Korea Selatan yang berusia antara 19 dan 64 tahun. Didapati bahwa wanita Korea Selatan berisiko tinggi menderita sindrom metabolik karena jumlah mi ramen yang mereka konsumsi.
Anehnya, hasilnya berbeda pada peserta pria, yang oleh para ilmuwan dikaitkan dengan perbedaan biologis antara jenis kelamin.
Sindrom metabolik merupakan sebuah kondisi yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah dan tekanan darah, yang menyebabkan risiko diabetes, stroke atau penyakit jantung lebih tinggi.
Zat yang ditemukan dalam mi instan maupun ramen disebut Tertiary-butyl hydroquinone (TBHQ), zat tersebut digunakan industri untuk mengawetkan olahan makanan-makanan murah.
"Meskipun mi instan adalah makanan yang nyaman dan lezat, ada peningkatan risiko sindrom metabolik akibat dari kandungan sodium tinggi, lemak jenuh dan indeks glikemik yang tidak sehat," kata Hyun Shin, kandidat doktoral Sekolah Tinggi Kesehatan Harvard.
Studi terpisah yang dilakukan di India, Otoritas Keamanan dan Standar Makanan India (FSSAI) menemukan kontaminasi timbal dalam mi instan yang lebih tinggi dari standar keamanan pangan.
Di Korea Selatan, Korea Food and Drug Administration (KFDA) menemukan zat penyebab kanker yang dikenal dengan Benzopyrene dalam enam merek mi yang dibuat oleh Nong Shim pada tahun 2012. Penemuan tersebut menyebabkan penarikan kembali produk-produk baik lokal maupun luar negeri.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR