Nationalgeographic.co.id—Joe Biden secara tegas menyebut bahwa pembunuhan 1,5 juta orang Armenia, dilakukan oleh orang Turki, lebih dari seabad yang lalu, disebut sebagai genosida – kejahatan paling mengerikan dalam sejarah.
Melansir dari The New York Times, artikel karya Rick Gladstone mengungkap tentang ujaran Biden terhadap genosida bangsa Armenia. Gladstone menulisnya dalam The Armenian Genocide, in History and Politics: What to Know, publikasi 23 April 2021.
Biden adalah presiden Amerika pertama yang membuat pengumuman mengejutkan itu, memutuskan hubungan dengan para pendahulu yang tidak ingin memusuhi Turki, sekutu NATO.
Pengumuman itu membawa pesan simbolis yang sangat mendalam, menyejajarkan kekerasan anti-Armenia dengan kekejaman dalam skala yang dilakukan di Eropa, Kamboja, dan Rwanda oleh Nazi.
"Penggunaan istilah (genosida) tersebut merupakan tamparan moral bagi Presiden Tayyip Recep Erdogan dari Turki, seorang yang merupakan penyangkal genosida yang gigih (anti-genosida)," imbuhnya.
Kekerasan terhadap etnis Armenia berakar pada sejarah Kekaisaran Ottoman, pendahulu Turki modern, yang sekarang berbatasan dengan Armenia.
Mulai tahun 1915, Ottoman, yang bersekutu dengan Jerman dalam Perang Dunia I, berusaha mencegah orang-orang Armenia berkolaborasi dengan Rusia dan memerintahkan deportasi besar-besaran.
Baca Juga: Wujud Bengkel Tenun Berusia 1.700 Tahun Asal Romawi Kuno di Turki
"Sebanyak 1,5 juta etnis Armenia meninggal karena kelaparan, pembunuhan oleh tentara Turki Ottoman dan polisi, dan eksodus paksa ke selatan ke tempat yang sekarang menjadi Suriah dan di tempat lain di Timur Tengah," jelasnya.
Sekitar 500.000 orang Armenia selamat, dan banyak yang akhirnya tersebar ke Rusia, Amerika Serikat, dan tempat lain di tempat yang menjadi salah satu diaspora paling jauh di dunia.
"Kematian orang-orang Armenia pernah dianggap sebagai genosida pertama di abad ke-20," sambung Gladstone.
Namun, banyak sejarawan kontemporer mengatakan genosida yang dilakukan Kekaisaran Jerman tahun 1904-1907, terhadap orang Herero dan Nama di Namibia, yang saat itu dikenal sebagai Afrika Barat Daya Jerman, adalah yang pertama.
Bagi banyak orang Armenia, genosida di tanah air mereka adalah bekas luka yang dibawa turun-temurun, masih membangkitkan emosi yang kuat, diperparah oleh desakan Turki bahwa genosida adalah fiksi.
Pemerintah Turki telah mengakui bahwa kekejaman dilakukan selama periode itu oleh pendahulunya (Ottoman), akan tetapi berpendapat bahwa "sejumlah besar orang Turki juga terbunuh dan bahwa jumlah korban orang Armenia sangat dilebih-lebihkan," ungkapnya.
Suksesi para pemimpin Turki telah mencela genosida sebagai kebohongan Biden yang dimaksudkan untuk merusak identitas dan citra mereka tentang penciptaan Turki modern.
Penolakan Turki atas genosida telah mendarah daging ke dalam masyarakatnya. "Penulis yang berani menggunakan istilah tersebut, akan dituntut di bawah Bagian 301 KUHP Turki, yang melarang 'merendahkan Keturkian'," ungkapnya lagi.
Penyangkalan diajarkan sejak usia dini, dengan buku pelajaran sekolah menyebut bahwa peristiwa genosida sebagai kebohongan.
"Buku sejarah (di Turki) menggambarkan orang-orang Armenia pada periode itu sebagai pengkhianat dan menyatakan tindakan yang dilakukan oleh Turki Ottoman sebagai 'tindakan yang diperlukan' terhadap separatisme Armenia," tulisnya.
Menurut penghitungan oleh Institut Nasional Armenia, sebuah kelompok yang berbasis di Washington, setidaknya 30 negara telah mengakui adanya genosida orang-orang Armenia yang dilakukan oleh Ottoman.
Bagaimanapun, perilaku dan berita genosida terhadap orang-orang Armenia, tak dapat diteruskan ke meja hijau. Alasannya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) belum terbentuk pada periode itu (1915), menyulitkannya mereka untuk menguak kebenaran akan tragedi keji itu.
Baca Juga: Gobekli Tepe, Kuil Tertua di Dunia yang Jadi Daya Tarik Wisata Turki
Source | : | The New York Times |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR