Manusia memiliki jam biologis pada otak mereka. Setiap hari, ada pasang surut hormon yang memaksa kita untuk tidur dan bangun. Jam ini mengikuti 24 jam rotasi bumi.
Selain manusia, sebagian besar ritme sirkadian (perputaran waktu dalam satu hari, red) makhluk hidup lain juga 24 jam. Namun, hal itu tidak berlaku untuk semua makhluk hidup.
Dirangkum dari Washington Post pada 14 November 2017, belum lama ini, ahli biologi menemukan penyimpangan ritme sirkadian di dalam hutan. Mereka menemukan tiga laba-laba jenis Cyclosa yang memiliki siklus hidup dalam sehari hanya 17 sampai 19 jam saja.
"Kami menemukan periode terpendek. Kami menduga pasti ada beberapa fleksibilitas aneh dalam jam laba-laba yang menyebabkan hal ini terjadi. Ini gila," ujar Darrell Moore, ahli neurobiologi yang mempelajari invertebrata dari East Tennessee State University dalam presentasi di konferensi Society for Neuroscience di Washington, Amerika Serikat.
I think conical trashline weaver, Cyclosa turbinata eating mosquitoes I attracted. Can @SuzAnthony confirm? @OntarioNature #arachnids pic.twitter.com/gaw4MWNzq4
— Lea Grie (@LeaGrie) July 2, 2017
Sama seperti kita, para ilmuwan menemukan bahwa paparan cahaya mengatur ulang jam laba-laba ini. Namun, laba-laba ini mengalami pergeseran jam yang sangat jauh dari normal.
Natalia Toporikova, profesor biologi dari Universitas Lee, Virginia, dan seorang koleganya dalam penelitian ini menyebut hewan ini sebagai "laba-laba tanpa jet lag". Pasalnya, hewan ini bisa melewatkan lima zona waktu sekaligus, tetapi sama sekali tidak terganggu kehidupannya.
Sebetulnya, Moore sedang menyelidiki apa yang membuat laba-laba ini bisa memiliki dua siklus waktu ketika dia menemukan ritme sirkadian Cyclosa yang begitu pendek.
Sama seperti anggota keluarga Araneidae lainnya, laba-laba ini juga membuat jaring melingkar. Namun, Cyclosa juga membangun semacam puing atau reruntuhan berisi serangga mati, kotoran, dan sampah daun di tengah jaring.
Baca juga: Spesies Laba-laba yang "Menghidupkan" Pikachu di Dunia Nyata
Pada siang hari, mereka akan bersembunyi di tengah puing-puing itu dan tidak bergerak untuk menghindari pemangsa. Mereka kemudian akan bangun pada malam hari dan menjadi sangat aktif dalam memperbaiki jaring dan membersihkan sampah selama tiga sampai lima jam sebelum matahari terbit.
Para ahli biologi menangkap laba-laba liar untuk dibawa ke laboratorium dan memasukkan mereka ke dalam tabung transparan. Di ujung setiap tabung, diberi sensor infra merah. Setiap kali laba-laba melewati sensor itu, mereka akan jatuh.
Cara inilah yang dipakai para ilmuwan untuk mengukur kapan laba-laba aktif dan beristirahat selama siklus cahaya normal.
Beberapa hari kemudian, peneliti memasukkan laba-laba dalam kegelapan selama berminggu-minggu.
Baca juga: Aragog, Laba-laba dalam Serial Harry Potter Ditemukan di Dunia Nyata
Dalam kegelapan total, ketika sebagian besar makhluk hidup kembali ke jam biologis normalnya, laba-laba ini justru memperlihatkan periode singkatnya.
Moore memiliki temuan awal terkait spesies laba-laba lain. Sebagian kecil spesies punya periode/siklus sangat panjang, yaitu hingga 29 jam. Sementara laba-laba Black Widow punya siklus waktu yang aritmis atau tak berirama. Barangkali ini mencerminkan kesukaan mereka berada di bawah bayang-bayang.
Menurut penelitian yang sudah dilakukan, tikus dan lalat mutan juga terbukti memiliki waktu yang singkat dalam sehari, tetapi tidak seperti laba-laba Cyclosa
"Jelas bahwa ketiga spesies itu sangat sensitif pada cahaya yang mengatur siklus sirkadiannya. Tapi kami belum mengetahui, mekanisme biologi seperti apa yang mengatur laba-laba," ujar Moore.
Artikel ini sudah pernah tayang di Kompas.com. Baca artikel sumber.
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Penulis | : | |
Editor | : | Ema Indah Ruhana |
KOMENTAR