Secara global sekitar 200 juta tahun lalu, masa yang dikenal sebagai masa Awal Jurassic, dinosaurus karnivora kecil dan gesit berkaki dua yang disebut theropoda menjelajah bentang darat kuno. Di Afrika bagian selatan, kita mengetahui keberadaan mereka bukan saja dari fosil tubuh langka mereka tapi juga, yang penting, dari jejak kaki fosil.
Kini penemuan baru tim kami, yang diterbitkan di PLOS ONE, secara tidak terduga mengungkap bahwa dinosaurus karnivora yang sangat besar dengan perkiraan panjang tubuh 8-9 meter—itu setinggi bangunan tingkat dua atau dua badak dewasa dari cula hingga ekor—juga hidup di Afrika bagian selatan.
Bukti mengenai hewan raksasa ini datang dari satu rangkaian jejak kaki berjari tiga, dengan panjang 57 cm dan lebar 50 cm yang ditemukan di Lesotho barat baru-baru ini. Ini adalah yang pertama untuk Afrika. Temuan ini menempatkan dinosaurus karnivora besar di bagian selatan dari superkontinen Gondwana pada masa Awal Jurassic.
Hingga penemuan ini, dinosaurus theropoda dianggap jauh lebih kecil, dengan panjang tubuh sekitar 3-5 meter, pada masa Awal Jurassic.
Hanya terdapat satu laporan lain mengenai dinosaurus karnivora besar yang muncul pada 200 juta tahun lalu. Temuan ini juga datang dari bukti jejak kaki fosil di Holy Cross Mountains di Polandia. Makhluk raksasa seperti itu langka. Tyrannosaurus yang ikonik dan besar sekali, misalnya, baru muncul sekitar 128 juta tahun kemudian pada Zaman Kapur Akhir.
Dimensi dari pembuat jejak tersebut dengan panjang kaki 57 cm, meski sedikit lebih kecil, mendekati dinosaurus theropoda yang terkenal dan lebih muda di Zaman Kapur Akhir seperti Tyrannosaurus rex atau Spinosaurus Afrika Utara yang sama besarnya.
Ukuran jejak kaki yang tak terduga dari raksasa Lesotho ini sangat memperlebar rentang ukuran tubuh theropoda di masa Awal Jurassic. Kini dilakukan perburuan untuk melacak lebih banyak lagi jejak kaki theropoda—dan mungkin bahkan fosil tubuh mereka.
Karnivora raksasa Lesotho
Tim saintis kami dari Universitas Cape Town (Afrika Selatan), Universitas Manchester Inggris, Fundación Conjunto Paleontológico de Teruel-Dinópolis Spanyol, dan Universitas São Paulo Brazil menemukan lintasan megatheropoda berusia 200 juta tahun dalam kerja lapangan di Lesotho belum lama ini.
Jejak kaki ditemukan pada jalan tanah kecil sekitar 2 km dari Universitas Nasional Lesotho di Roma (Distrik Maseru) di bagian barat negara tersebut. Jejak-jejak itu berada pada paleosurface, suatu permukaan tanah purba yang telah diawetkan oleh waktu.
Permukaan purba itu juga tertutupi jejak kaki dari dinosaurus therapoda lain. Bahkan cetakan jejak kaki mereka relatif besar (panjang 30-40 cm) untuk periode waktu itu.
Jejak kaki Lesotho sepanjang 57 cm telah dinamakan Kayentapus ambrokholohali. Pembuat jejak ini dimasukkan ke pengelompokan informal untuk dinosaurus yang sangat besar, disebut “megatheropoda”, dengan panjang jejak kaki lebih dari 50 cm dan hitungan tinggi panggul lebih dari 2 meter.
Nama spesies baru ambrokholohali diberikan untuk mengidentifikasi jejak kaki khusus ini. Nama ini untuk menghormati Profesor Emeritus David Ambrose, yang sekarang pensiunan profesor dan merupakan Kepala Research Fellow di Universitas Nasional Lesotho, atas catatan detailnya tentang jejak warisan fosil di dalam Roma.
Kami sedang mengikuti langkah Ambrose, mencoba merelokasi salah satu tempat yang dicatatnya, ketika kami menemukan jejak megatheropoda yang baru saja terekspos.
Bagian akhir nama tersebut, kholohali, berasal dari dua kata Sesotho: “kholo” yang berarti besar, luas atau hebat, dan “hali” yang berarti banyak atau sangat. Ini untuk menggambarkan betapa besarnya ukuran dinosaurus itu.
Ukuran itu penting
Predator berkaki dua yang utama selama Mesozoikum (“Era Dinosaurus”) yakni dinosaurus theropoda besar. Mencakup Allosaurus (dari Jurassic akhir) dan Tyrannosaurus (Zaman Kapur Akhir). Namun di awal Mesozoikum, dinosaurus theropoda umumnya relatif kecil (panjang tubuh 3–5 m). Bentuk theropoda yang betul-betul besar baru muncul sekitar 100 juta tahun lalu, pada masa Jurassic Akhir dan Zaman Kapur Awal.
Mengingat hal ini, penemuan baru akan jejak besar mengagumkan ini memperluas rentang ukuran tubuh theropoda di Awal Jurassic pada permulaan diversifikasi mereka. Namun, mengapa theropoda ini berukuran jauh lebih besar daripada apa pun di sekitar mereka saat itu? Sebuah jawaban bisa terletak pada waktu evolusi mereka.
Jejak megatheropoda muncul setelah berakhirnya Triasik kejadian kepunahan massal. Kejadian kepunahan massal ini merupakan hasil dari krisis biotik yang secara signifikan mempengaruhi binatang, baik di darat maupun laut. Krisis biotik menyebabkan kompetitor utama dinosaurus therapoda hilang sepenuhnya. Memenangkan pertarungan, digandakan dengan perubahan pada komposisi ekosistem, mungkin memberikan dinosaurus therapoda “kekuasaan bebas” untuk mendominasi daratan Awal Jurrasic dan sumber daya.
Kemungkinan pemicu lain untuk ukuran tubuh therapoda yakni meningkatnya ukuran dinosaurus herbivora – seperti Highland Giant sauropodomorph – pada daratan purba yang sama.
Sangat mungkin bahwa kedua faktor tadi menyebabkan theropoda di Afrika bagian selatan bisa berevolusi menjadi berbagai bentuk dan jumlah yang demikian banyak. Namun ini adalah pertanyaan yang tidak bisa kami jawab secara meyakinkan.
Jejak kaki raksasa, tapi tetap saja belum ada fosil
Bukti fosil tubuh untuk dinosaurus therapoda di Afrika bagian selatan sangat sedikit. Untungnya, jejak kaki yang mereka tinggalkan tidak. Dengan mempelajari ini dan jejak-jejak lain serta catatan fosil tulang, para ilmuwan untuk sementara bisa mengaitkan jejak kaki dengan pembuat jejak yang potensial.
Untuk saat ini, kami tidak memiliki materi fosil tubuh yang cocok dengan jejak kaki K. ambrokholohali. Semoga kami segera menemukan jejak kaki yang lebih tidak biasa, dan dari sana, fosil tubuh yang akan membantu menambahkan pemahaman kami mengenai dunia purba yang rumit.
Lara Sciscio, Postdoctoral Research Fellow in Geological Sciences, University of Cape Town
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR