Beragam masalah pun muncul di kemudian hari, seperti payudara gagal tumbuh, kesulitan menyusui, dan bahkan kanker payudara. Tidak sedikit anak perempuan yang mengalami masalah psikologis.
Sumbat hidung demi mencegah penculikan wanita
Sebuah suku di Arunachal Pradesh juga memiliki cara ekstrem untuk melindungi kaum perempuan. Selama berabad-abad, masyarakat Apatani mempraktikkan gaya hidup yang harmonis dan menyatu dengan alam.
Selain sistem pertanian, karakteristik yang paling menonjol dari suku ini adalah sumbat hidung dan tato wajah pada kaum perempuannya. Bagi suku lain, modifikasi wajah menjadi simbol kecantikan dan tanda kesukuan. Sedangkan bagi suku Apatani, ini memiliki tujuan lain.
Selain suku Apatani, di Lembah Ziro hidup suku lain dengan adat dan karakteristik yang berbeda-beda. Di antara semua suku itu, wanita dari suku Apatani paling terkenal akan kecantikannya.
Seiring waktu, pria dari suku lain mulai menculik dan menikahi wanita Apatani secara paksa. Mereka dikenal sebagai perampok suku. Begitu seorang wanita suku Apatini diculik, ia tidak akan pernah terlihat lagi oleh sukunya.
Untuk mengatasi maraknya penculikan, tetua suku pun menjalankan tradisi ekstrem. Ketika anak perempuan memasuki masa pubertas dan mendapatkan menstruasi pertama, wajahnya ditato dan hidungnya disumbat. Modifikasi wajah bertujuan untuk membuat kaum wanita jadi tidak menarik dan tidak diinginkan oleh para perampok suku.
Meski akhirnya rencana ini berhasil, tradisi tato wajah dan sumbat hidung menimbulkan kerugian besar bagi para wanita.
Sumbat hidung kayu "Yaping Hullo" tidak ditempatkan di lubang hidung tetapi ditusuk di setiap sisi hidung. Ini menimbulkan sakit yang luar biasa dan ketidaknyamanan.
Baca Juga: Konyak, Suku Pemburu Kepala Terakhir di India dan Tradisi Tatonya
Proses tato wajah pun sama buruknya. Tato seorang wanita Apatani dikenal dengan sebutan "Tippei". Garis hitam tebal yang membentang dari atas dahinya, turun ke seluruh wajah, dan terbagi menjadi 4-5 garis di dagu.
Tato itu dibuat dengan tanaman berduri yang dicelupkan ke dalam campuran jelaga dan lemak babi. Duri tersebut ditempelkan pada kulit kemudian dipukul dengan palu kecil hingga wajah bertinta. Bisa dibayangkan rasa sakit yang ditimbulkan, juga darah yang mengucur saat proses dilakukan.
Source | : | History of Yesterday |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR