Setelah lebih dari 500 tahun berlalu, peneliti berhasil mengungkap alasan di balik kepunahan suku Aztec. Cocoliztli atau wabah penyakit ditunjuk sebagai biang keladi yang menghancurkan hampir seluruh populasi suku di Meksiko ini.
Ini bermula pada tahun 1545 dimana bencana melanda Aztec. Orang-orang mulai terserang demam tinggi, sakit kepala dan pendarahan dari mata, mulut dan hidung. Kematian akan mengikuti mereka hanya dalam rentang waktu 3-4 hari saja.
Dengan cepat, populasi suku tersebut merosot. Kira-kira sebanyak 15 juta orang atau 80 persen dari populasi terbunuh dalam bencana yang berlangsung selama lima tahun tersebut.
(Baca juga: Podo Puzu, Ritual Mistis Suku Kengge di Flores)
Biarawan Fransiskan, Fray Juan de Torquemada menggambarkan bagaimana wabah itu menghancurkan peradaban kala itu.
"Demam itu menular, terasa membakar dan terus menerus. Lidah kering dan hitam. Rasa hausnya luar biasa. Urin berwarna hijau laut, hitam, kadang kehijauan menjadi pucat. Denyut nadi kadang cepat, kadang melemah," tuturnya.
Torquemada melanjutkan, selokan-selokan besar digali dari pagi sampai matahari terbenam. Tidak ada yang dilakukan kecuali membawa mayat dan melemparkan ke selokan itu.
Penduduk menyebut bencana itu disebabkan oleh wabah penyakit. Namun, tidak ada yang pernah tahu pasti wabah apakah itu.
Baru setelah 500 tahun berlalu, peneliti berhasil mengungkap penyebabnya setelah melakukan studi pada DNA gigi korban yang meninggal.
"Penyebab epidemi ini telah lama diperdebatkan dan sekarang kita dapat memberikan bukti langsung melalui DNA," kata Åshild Vågene peneliti dari University of Tuebingen, Jerman.
Peneliti berhasil mengungkap dengan menganalisis DNA yang diambil dari 29 kerangka yang dikubur di pemakaman. Dengan menggunakan teknik penyaringan DNA baru yang disebut Meta Genome Analyzer Alignment Tool (MALT), para peneliti menemukan jejak bakteri Salmonella enterica.
Bakteri ini diketahui menyebabkan demam enterik yang berkorelasi dengan tipus.
Penjajah dari Eropa menyebarkan penyakit ini, membawa kuman dan memaparkannya kepada populasi lokal yang tidak pernah bertemu dan memiliki kekebalan terhadapnya, sementara Salmonella enterica sendiri telah ada di Eropa pada abad pertengahan.
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR