Tiga pahlawan konservasi Wildlife Conservation Society (WCS) dibunuh di Keo Seima Wildlife Sanctuary (KSWS), saat sedang melakukan patroli dalam hutan di perbatasan Kamboja dan Vietnam, pada Selasa (30/1). Mereka adalah Teurn Soknai (37), Sek Wathana (34) dan Thul Khna (24).
Berdasarkan rilis dari WCS Kamboja, diketahui bahwa Soknai, Wathana dan Khna terbunuh saat kembali dari wilayah perbatasan O’huc setelah menemukan sebuah kamp pembalakan liar. Mereka menyita gergaji mesin dan sepeda motor yang digunakan untuk mengangkut kayu.
(Baca juga: Menyelamatkan Hutan Indonesia melalui Aksi GCF)
“Kami di WCS menyampaikan belasungkawa sepenuh hati kepada tiga pahlawan konservasi kami beserta keluarga mereka,” ujar Ken Serey Rotha, Country Program Director WCS Kamboja.
Para pelindung hutan
Soknai berasal dari komunitas adat Bunong. Hampir sepanjang hidupnya, ia tinggal di desa Pu Cham, distrik O’riang, provinsi Mondulkiri. Pria berusia 37 tahun ini tumbuh dikelilingi alam dan satwa liar. Sedari muda, Soknai sadar akan pentingnya hutan. Ia tertarik pada kehidupan alam liar dan konservasi.
Setelah mendapat gelar sarjana manajemen sumber daya manusia dari National University of Management di Kamboja, Soknai bekerja di WCS sebagai asisten proyek ekowisata di KSWS selama empat tahun.
Sebagai bagian dari pekerjaannya, Soknai mengembangkan Jahoo Giboon Camp di dekat desa Andong Kralong. Banyak turis yang menginap di sana dan itu memberikan pendapatan tambahan bagi penduduk lokal. Jahoo merupakan kata dari bahasa Bunong untuk siamang betina – spesies yang amat disenangi dan dipelajari Soknai. Ia sering memikat pengunjung dengan bercerita tentang Jahoo.
Soknai lalu bergabung dengan Ministry of Enviroment (MoE) sebagai anggota pasukan keamanan pada pertengahan 2017 karena melihat apa yang sedang terjadi pada hutan. Ia ingin melindungi hutan yang dicintainya.
Soknai dikenal baik di desanya. Ia juga sangat dihargai oleh rekan-rekan dan pengunjung karena semangatnya untuk menyelamatkan alam sangat tinggi. Soknai meninggalkan seorang istri dan dua anak perempuan berusia satu dan empat tahun.
(Baca juga: RangerBot, Robot Calon Penjaga Great Barrier Reef)
Sama seperti Soknai, Wathana juga meninggalkan seorang istri dan dua orang anak perempuan. Setelah lulus kuliah, Wathana bekerja sebagai perwira polisi. Pada 2016, pria kelahiran Phnom Phenh ini pindah ke Keo Seima dan sejak 2017, ia menjadi bagian dari WCS sebagai anggota patroli. Bersama dengan petugas keamanan MoE dan tim patroli masyarakat, Wathana melindungi hutan KSWS. Ia dikenal sebagai pekerja keras dan amat dihormati oleh rekan-rekannya.
Sementara Khna, merupakan pemuda yang tumbuh di Pen Meas, desa petani di Somroung, distrik Tramkork, provinsi Takeo. Ia adalah orang pertama di keluarganya yang berhasil meneruskan ke universitas. Khna lulus dari Royal University of Agriculture, jurusan Ilmu Kehutanan pada 2016. Ia lalu pergi ke Israel karena mendapatkan beasiswa untuk mempelajari Geographic Information System (GIS) selama 10 bulan.
Khna bergabung dengan WCS pada 2017, sebagai bagian dari tim GIS dan SMART (Spatial Monitoring And Reporting Tool). Ia senang menjadi bagian dari tim muda yang dinamis ini untuk mengeksplorasi cara-cara baru menggunakan data spasial untuk konservasi.
Sebagian karyanya melibatkan peningkatan kualitas data pemantauan yang dikumpulkan oleh tim lapangan yang ia dampingi di hutan. Meskipun belum genap setahun menjadi bagian dari WCS, tetapi Khna merupakan salah satu anggota yang cukup populer dan tidak mudah dilupakan. Ia meninggalkan seorang istri dan satu anak berusia 2,5 bulan.
Melindungi hutan
Rotha mengatakan, meskipun ketiga pahlawan konservasi ini sudah meninggal dunia, namun perjuangan mereka tidak akan pernah mati.
(Baca juga: Menyelamatkan Delta Kayan Sembakung)
“Kami amat sedih karena kehilangan mereka. Untuk menghormati jasa ketiga pahlawan konservasi yang sudah bekerja keras melindungi hutan dan cagar alam di Kamboja ini, kami akan terus mendukung pemerintah dan masyarakat dalam upaya menghentikan pelanggaran lahan, penebangan dan perburuan liar. Kami akan membawa pembunuh mereka ke pengadilan,” paparnya.
Rotha menambahkan, setiap hari, para jagawana dan aparat penegak hukum mempertaruhkan hidup mereka untuk melindungi hutan dan alam liar.
“Kita seharusnya tidak boleh membiarkan para kriminal untuk menghancurkan hutan di Kamboja. Apalagi sampai mengancam dan membunuh mereka yang tak kenal lelah melindungi warisan alam negara ini. Soknai, Wathana, dan Khna akan selalu dikenang sebagai pahlawan konservasi,” pungkas Rotha.
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR