Tidak berhenti sampai di sana, hal menarik didapat ketika tim mengulangi pengukuran yang sama satu tahun setelah astronaut kembali ke Bumi. Mereka mendapati penghancuran sel darah merah masih 30 persen di atas tingkat sebelum terbang. Hasil ini menunjukkan perubahan struktural mungkin terjadi pada saat astronaut berada di luar angkasa, mengubah kontrol sel darah merah hingga satu tahun setelah misi luar angkasa jangka panjang.
Baca Juga: Miliarder Jepang Jadi Turis di Stasiun Luar Angkasa Internasional
Temuan bahwa perjalanan ruang angkasa meningkatkan penghancuran sel darah memiliki beberapa implikasi. Pertama, ini mendukung skrining astronaut atau turis luar angkasa perihal darah atau kondisi kesehatan yang ada dipengaruhi oleh anemia. Kedua, semakin lama misi luar angkasa, semakin buruk anemia. Ketiga peningkatan produksi sel darah merah akan membutuhkan pola makan yang disesuaikan untuk astronaut. Terakhir, tidak jelas berapa lama tubuh dapat mempertahankan tingkat penghancuran dan produksi sel darah merah yang lebih tinggi.
Hasil studi ini juga bisa diterapkan pada kehidupan di Bumi. Sebagai dokter rehabilitasi, sebagian besar pasien Dr. Trudel menderita anemia setelah sakit parah dalam waktu lama dengan mobilitas terbatas, dan anemia menghalangi kemampuan mereka untuk berolahraga dan memulihkan diri.
Bedrest atau tirah baring telah terbukti menyebabkan anemia, tetapi bagaimana hal ini terjadi tidak diketahui. Dr. Trudel berpikir mekanismenya mungkin seperti space anemia. Tim peneliti akan menyelidiki hipotesis ini selama studi tirah baring di masa depan yang dilakukan di Bumi.
Jika dapat diketahui secara pasti apa yang menyebabkan anemia ini maka ada potensi untuk mengobati maupun mencegahnya, baik untuk astronaut maupun pasien di Bumi. Penemuan ini merupakan hasil pertama dari MARROW, eksperimen buatan Ottawa yang melihat kesehatan sumsum tulang dan produksi darah di luar angkasa.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR