Nationalgeographic.co.id—Setiap anak laki-laki harus membayar pengorbanan besar dengan imbalan suara bernada tinggi.
Pada abad ke-17 dan 18, penyanyi sopran laki-laki dikebiri supaya bisa menyanyi di paduan suara gereja Italia. Proses pengebirian yang terjadi di Eropa dan sebagian besar Italia. Ini dilakukan untuk meningkatkan perkembangan vokal anak laki-laki yang terlibat dalam paduan suara.
Pengebirian biasanya dilakukan sebelum anak laki-laki mencapai usia pubertas. Usia sembilan tahun menjadi usia terbaik. Setelah operasi, mereka mampu mempertahankan nada tinggi saat bernyanyi.
Anak laki-laki yang dikebiri itu kemudian disebut "castrato" dan "castrati" jika mereka dalam kelompok paduan suara.
Pelatihan untuk menjadi castrato cukup berat dan proses ini berlangsung selama sepuluh tahun. Meskipun pengebirian bukanlah jaminan untuk karier menyanyi yang sukses atau suara bernada tinggi, banyak keluarga mengambil risiko. Praktik brutal ini dianggap sebagai jalan pintas menuju ketenaran.
Selama bertahun-tahun, castrati mendominasi opera dengan suara spektakuler mereka.
Sejarah pengebirian dimulai pada tahun 1588, bermula dari larangan bagi wanita untuk bernyanyi oleh Paus Sixtus V. Gereja Katolik sangat patriarkal dan tidak pernah mengizinkan wanita untuk bernyanyi. Bahkan wanita dilarang menyanyi di panggung apa pun.
Larangan ini memengaruhi opera karena memiliki banyak anggota wanita. Terutama penyanyi sopran wanita yang memainkan peran kunci dalam sebuah pertunjukan.
Setelah larangan Paus Sixtus V, beban besar untuk suara tinggi beralih ke penyanyi laki-laki yang masih muda. Anak laki-laki bisa menyanyikan bagian wanita. Namun itu tidak berlangsung lama karena suara tinggi perlahan menghilang ketika mendekati pubertas.
Pengebirian anak laki-laki sebelum pubertas dilakukan agar laring anak-anak tidak berubah menjadi laring dewasa. Ini merupakan operasi yang ilegal, jadi tidak sebuah dokter bedah mau melakukannya.
Prosedur ini memerlukan teknik bedah biasa untuk memutuskan akor spermatika atau menghancurkan testis dengan jari. Dengan mengeluarkan testis anak laki-laki, ini dapat menekan hormon laki-laki dan menghentikan tulang mereka mengeras.
Selain ilegal, banyak keluarga yang menutupi prosedur ini. Biasanya keluarga miskin selalu menjadi korban dan mendapatkan imbalan uang setelah mengorbankan anak mereka.
Setelah pengebirian, anak laki-laki biasanya dikirim ke sekolah musik untuk pelatihan intensif. Harapannya, mereka nantinya akan menjadi penyanyi opera yang sukses. Dengan pelatihan seperti itu, mereka akan mengembangkan kapasitas napas yang solid dan kekuatan paru-paru.
Dengan rentang vokal yang tinggi, anak laki-laki biasanya menunjukkan suara yang berbeda, fleksibel dan seperti anak kecil. Jangkauan vokal castrato lebih tinggi daripada laki-laki dewasa yang tidak dikebiri.
Castrato biasanya memiliki laring dan pita suara yang lebih kecil, ukurannya hampir sama dengan penyanyi sopran wanita.
Seorang castrato memiliki bahu yang sempit, tungkai yang panjang, banyak rambut, kulit pucat dan pinggul yang bulat.
Baca Juga: Mengapa Bohemian Rhapsody Menjadi Lagu Terbaik yang Pernah Ditulis?
Meski ini merupakan jalan pintas menuju ketenaran bagi sebagian orang, tidak semua berhasil. Pengebirian memiliki banyak kelemahan. Dalam beberapa kasus, anak laki-laki bisa mati kehabisan darah setelah dikebiri. Sedangkan yang tetap hidup, hilangnya testosteron menimbulkan efek samping yang tidak biasa. Misalnya pertumbuhan yang tidak normal, penampilan fisik yang aneh, dan tampilan menyimpang yang bukan feminin atau maskulin.
Anak laki-laki juga harus menghadapi stigma yang menyertainya. Selain harus hidup dengan tubuh yang cacat, mereka tidak dapat memiliki kehidupan seks yang normal.
Selama abad ke-17 dan ke-18, castrati menjadi bintang panggung opera. Mereka menyanyikan bagian laki-laki dan wanita selama lebih dari 200 tahun.
Sama seperti penyanyi terkenal di zaman modern, castrati tampil di gedung opera dari Madrid hingga Moskow. Mereka mendapatkan bayaran yang fantastis untuk setiap penampilan.
Salah satunya, Francesco Bernadi menjadi cukup populer dengan penampilannya di Handel. Castrato lain, Farinelli, menjadi terkenal beberapa saat kemudian. Keduanya dikenal memiliki kontrol napas yang luar biasa, suara sopran yang termodulasi dengan baik, dan intonasi sempurna.
Suara Farinelli bahkan berkisar lebih dari tiga oktaf. Dia bahkan pernah diminta tampil untuk Ratu Elisabetta Farnese dari Spanyol. Pertunjukkan Farinelli dilakukan untuk menyembuhkan depresi suami sang Ratu.
Alessandro Moreschi, juga dikenal sebagai "Malaikat Roma", merupakan castrato terakhir. Ia memiliki suara sopran yang mengesankan dan sangat populer. Penggemarnya memberinya julukan "Eviva il Coltello", yang berarti pisau yang panjang umur.
Selama bergabung dengan paduan suara Sistine, Moreschi membuat beberapa rekaman untuk Gramophone & Typewriter Company, London. Rekaman-rekaman ini menjadi satu-satunya rekaman yang diketahui tentang castrato dan bukti nyanyiannya.
Lambat laun, sikap masyarakat terhadap castrato mulai berubah. Kritik dilontarkan, banyak yang menganggap ini adalah tindakan biadab dan keji.
Pada tahun 1798, Paus Pius VI kemudian mencabut larangan pertunjukan panggung wanita. Permintaan akan castrati pun menurun drastis. Ketika Napoleon 1 mengambil alih tampuk kekuasaan, ia terus berupaya mengakhiri praktik pengebirian Eropa.
Pada tahun 1902, praktik penggunaan castrati untuk musik gereja benar-benar dilarang oleh Paus Leo XIII.
Baca Juga: Saat Kebiri Jadi Alat untuk Mendapatkan Posisi Kasim di Tiongkok
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR