Nationalgeographic.co.id—Jika sebelumnya pemberian vaksin booster mengharuskan minimal 6 bulan setelah penyuntikan dosis kedua, kini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) baru mempercepat vaksinasi booster khusus untuk lansia. Kelompok usia di atas 60 tahun dapat diberikan dosis booster dengan interval minimal tiga bulan.
Aturan baru ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor SR.02.06/II/ 1123 /2022 tentang Penyesuaian Pelaksanaan Vaksinasi covid-19 Dosis Lanjutan (Booster) bagi Lansia. Surat Edaran (SE) ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Nomor HK.02.02/II/252/2022 tentang Vaksinasi covid-19 Dosis Lanjutan (Booster) tanggal 12 Januari 2022.
Aturan baru tersebut juga berdasarkan rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional No ITAGI/SR/5/2022 yang dikeluarkan pada tanggal 21 Februari 2022. "Kalau sebelumnya vaksinasi booster diberikan minimal 6 bulan, mulai hari ini pemberian dosis booster bagi lansia dapat diberikan dengan interval minimal tiga bulan setelah mendapat vaksinasi primer lengkap," kata Juru Bicara Vaksinasi covid-19, Siti Nadia Tarmizi dalam rilis resmi Kemenkes RI 22 Februari 2022.
Adapun kombinasi regimen vaksin yang digunakan untuk vaksinasi booster lansia bisa secara homolog dan heterolog dengan menyesuaikan ketersediaan vaksin di masing-masing daerah. Pada prinsipnya seluruh jenis vaksin yang telah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM serta rekomendasi dari ITAGI bisa digunakan untuk percepatan vaksinasi booster lansia.
Namun, karena vaksin Sinovac jumlahnya terbatas dan diperuntukkan bagi sasaran anak usia 6-11 tahun, maka untuk booster ini dapat menggunakan vaksin selain Sinovac. Di sisi lain, percepatan vaksinasi booster lansia berjalan beriringan dengan vaksinasi primer.
Nadia mengatakan, pelaksanaannya juga harus merata di seluruh Indonesia, mengingat masih ada beberapa daerah yang cakupan vaksinasi keduanya dibawah 70 persen dari populasi. "Percepatan vaksinasi baik primer maupun booster perlu dilakukan mengingat pasien covid-19 yang meninggal sebagian besar adalah masyarakat yang belum divaksinasi, lansia dan orang dengan penyakit penyerta," katanya.
Untuk itu, pihaknya mendorong daerah yang cakupan vaksinasinya belum sesuai dengan target kekebalan kelompok yakni minimal 70 persen dari populasi agar terus digencarkan. Masyarakat yang belum vaksinasi maupun yang belum melengkapi dosis primer juga booster terutama pada lansia juga diajak agar segera melakukan vaksinasi di fasilitas pelayanan kesehatan atau di sentra vaksinasi terdekat.
Baca Juga: Penemuan Baru Vaksin Nanopartikel Generasi Pertama untuk Covid-19
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Tuntut Transparasi Distribusi Vaksin COVID-19
Baca Juga: Antivaksin Abad ke-18: Bayangkan Anak yang Divaksin Berubah Jadi Sapi
Seperti diketahui, munculnya varian omicron, yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, telah memberi tantangan baru terhadap pengendalian pandemi dunia. Studi baru yang memeriksa sampel darah dari orang-orang yang menerima dua dosis vaksin covid-10 yang dibuat oleh perusahaan farmasi Tiongkok bernama Sinovac menunjukkan bahwa vaksin tersebut tidak akan dapat mencegah infeksi varian Omicron yang sangat menular.
Berdasarkan hasil penelitian University of Hong Kong, diketahui bahwa tidak ada satu pun dari 25 sampel darah orang-orang yang sudah menerima dua dosis vaksin Sinovac yang menghasilkan antibodi yang cukup untuk memblokir varian baru tersebut. Sinovac juga telah menanggapi dalam sebuah pernyataan bahwa meski dua dosis vaksinnya kurang efektif melawan Omicron, tiga dosis mungkin mencegah infeksi dari varian tersebut, seperti dilaporkan The New York Times.
Source | : | New York Times,Kemenkes RI |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR