Ekskavasi pertama dan kedua telah dilakukan oleh tim. Hasilnya, membuktikan bahwa tanah yang dulunya gundukan setinggi tiga meter di Desa Srigading ini adalah candi. Awalnya mereka mendapati adanya Yoni yang terbuat dari andesit dengan ukuran 90 x 90 sentimeter dan tingginya 93 sentimeter.
Dua kali ekskavasi sebelumnya telah membuka beberapa lubang di sekitarnya yang mengungkap adanya tangga candi di sisi timur (menghadap Gunung Semeru). Tangga ini ditemukan pada ekskavasi kedua yang berjalan pada 21 hingga 26 Februari 2022.
Baca Juga: Mpu Sindok yang Memindahkan dan Mengubah Nasib Rakyat Mataram
Baca Juga: Singkap Fakta Letusan Merapi, Alasan Mpu Sindok Memindahkan Mataram
Sedangkan ekskavasi ketiga yang berlangsung dari Rabu (02/03/2022) hingga Selasa (08/03/2022) bertujuan untuk membuka bagian tengah dan bilik utama candi, termasuk sumuran. Selain itu ekskavasi ini hendak melanjutkan kedua ekskavasi sebelumnya untuk menampakan halaman asli (mainfield) candi ini yang masih terkubur 40 hingga 50 sentimeter.
"Menariknya, kita menemukan tiga buah arca Agastya, Mahakala, Nandiswara," terang Wicaksono mengenai ekskavasi sebelumnya. Mereka pun berhasil menemukan Lingga yang merupakan bagian yang seharusnya berpasangan dengan Yoni yang ditemukan sebelumnya.
"Nah, kita juga menemukan dalam runtuhan itu beberapa fragmen relief yang ada tiga buah, menggambarkan bentuk kepala manusia."
Relief di candi ini juga membuktikan bahwa periode yang membuatnya adalah pada masa Kerajaan Mataram kuno karena ukirannya yang tebal tidak seperti yang dimiliki Majapahit. Hal ini membuat penggambaran candi bisa dirujuk pada candi-candi pada masanya seperti di kompleks Candi Prambanan.
Namun, candi ini telah runtuh dengan sangat masif di bagian atasnya. Wicaksono dan tim menemukan di dinding sumuran itu mengalami keretakan dan beberapa relief terlepas dari badan candi.
"Ini sebenarnya dari data teknis terjadi keretakan akibat pergeseran tanah sehingga pondasi bergerak yang menyebabkan keretakan," terang Wicaksono. "Pondasi ini bergerak tidak lain sepertinya gempa yang kemudian setelah gempa yang terjadi beberapa kali sehingga pondasi jadi bergerak dan tidak stabil, sehingga memengaruhi tubuh dan atap menjadi pecah dan runtuh di semua sisi."
Saat ini Wicaksono dan rekan-rekan masih menggali untuk menampakkan keseluruhan profil candi. Akan tetapi untuk pelestarian ini, karena berada di lahan milik warga, sedang diupayakan untuk pembasan lahan secara bertahap setelah berkoordinasi dengan mereka.
Dari segi perlindungan juga BPCB berkoordinasi dengan pihak dan warga untuk kemanan pascaeksavasi agar tidak ada penggalian liar. Situs ini masih dalam proses untuk mendapatkan perlindugnan secara hukum lewat UU No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR