Nationalgeographic.co.id—Berita tentang investasi bodong kerap kita temukan di media massa. Masyarakat begitu mudah tergiur akan investasi yang menjanjikan keuntungan tinggi dalam waktu singkat.
Namun ternyata kejadian ini tidak terjadi di Indonesia saja. Investasi bodong juga terjadi seabad yang lalu di Amerika Serikat. Karena kepiawaiannya dalam menipu, Charles Ponzi dikenal sebagai pelopor investasi bodong.
Dalam satu abad sejak penangkapannya pada 12 Agustus 1920, nama Charles Ponzi telah dikaitkan dengan penipuan yang berujung pada penghukuman dan pemenjaraan. Pada intinya, skema Ponzi melibatkan investasi palsu di mana investor awal dibayar dengan investasi investor kemudian membuat perusahaan tampak sah. Tapi Ponzi bukanlah yang pertama atau yang terakhir, sejauh ini, yang melakukan penipuan semacam ini.
Skema Ponzi sering tampak rumit di permukaan dan penipuan Charles Ponzi tidak berbeda. Ponzi mengatakan kepada investor bahwa dia dapat memanfaatkan fluktuasi nilai mata uang untuk membeli kupon balasan pos internasional. Ini adalah voucher perangko yang dapat disertakan oleh pengirim surat dari satu negara untuk memfasilitasi balasan dari penerima di negara lain.
Ponzi mengeklaim bahwa dia bisa membeli kupon di luar negeri dengan diskon. Lalu kemudian menjualnya dengan nilai nominal di Amerika Serikat dengan keuntungan yang luar biasa. Ponzi, seperti penipu kemudian Bernie Madoff, menolak untuk memberikan rincian tentang bagaimana tepatnya dia mengoperasikan strategi investasinya. “Saya tidak mau memberi tahu informasi penting ini kepada pesaing kami,” ungkap Ponzi.
Ponzi menjanjikan keuntungan 50% kepada investor dalam waktu 45 hari dan keuntungan 100% dalam waktu 90 hari. Ponzi juga berpenampilan meyakinkan, sehingga calon investor percaya kalau ia akan menepati janjinya.
Meski kesuksesannya tampak fenomenal, banyak investor mulai menarik uangnya. Namun, perhitungan matematika rupanya berhasil. Di balik layar, Ponzi hanya mampu membayar investornya menggunakan uang dari investor baru, bukan keuntungan.
Baca Juga: Perubahan Iklim dan Panas Ekstrem Memicu Kenaikan Kasus Kejahatan
Baca Juga: Siapa Pelindung Data Pribadi Kita Jika Terjadi Kejahatan Peretasan?
Baca Juga: 1.600 Tamu Menjadi Korban Rekaman Kamera Tersembunyi di 30 Penginapan
Ponzi dijatuhkan karena serangkaian laporan investigasi di surat kabar Boston Post. Ini akhirnya mengarah ke penyelidikan kriminal federal yang mengakibatkan tuduhan penipuan surat.
Terlepas dari ketenaran Charles Ponzi, skema yang membawa namanya tampaknya pertama kali dilakukan oleh Sarah Howe di Boston pada tahun 1879, ketika dia menciptakan Deposito Wanita. Sesuai namanya, deposito ini bertujuan untuk membantu menginvestasikan uang untuk wanita.
Seperti halnya Ponzi, janji keuntungan Howe sangat mencengangkan. Ia memberikan janji bahwa dana investor akan berlipat ganda hanya dalam sembilan bulan. Reporter untuk Daily Advertiser menyelidiki dan menemukan penipuannya.
Howe akhirnya didakwa dan dihukum karena kejahatannya dan menjalani tiga tahun penjara. Setelah dibebaskan, dia berhasil melakukan penipuan yang sama selama dua tahun sebelum tertangkap lagi.
Skema Ponzi memiliki beberapa karakteristik umum. Visibilitas dan popularitas yang tinggi dari investasi mereka yang tampaknya menguntungkan.
Banyak perencana Ponzi juga tampak sangat selektif dalam menentukan siapa yang diizinkan untuk berinvestasi. Ini tentu saja terjadi pada Sarah Howe, Charles Ponzi dan Bernie Madoff. Aksi jual mahal ini membuat para calon investor harus memohon agar bisa ikut berinvestasi. Para penjahat ini memanfaatkan ketakutan karena kehilangan kesempatan emas.
Tema umum di antara korban skema Ponzi adalah “pertumbuhan yang tidak rasional”. Istilah ini dipopulerkan oleh mantan Ketua Federal Reserve Alan Greenspan. Kondisi ini terjadi ketika orang-orang mengamati orang lain menghasilkan keuntungan besar dari investasi. Kemudian menentukan bahwa ini berarti investasi tersebut aman, bahkan jika tidak ada alasan mendasar untuk melakukannya.
Pertumbuhan irasional bukanlah hal baru. Ini bahkan selama tulipmania tahun 1600-an di Belanda. Saat itu terjadi spekulasi dalam investasi umbi tulip menyebabkan kehancuran pasar yang dramatis pada tahun 1637.
Kesalahan yang sama dilakukan oleh para korban skema Ponzi: menyetorkan uang ke dalam investasi yang tidak sepenuhnya dipahami. Dalam sebuah wawancara, Madoff, yang mencuri $50 miliar dari korbannya, bahkan memiliki kepercayaan diri menyalahkan korbannya atas penderitaan mereka.
Ia mengungkapkan, “jika mereka melihat ke dalam metodologi investasinya, korban akan menyadari bahwa tidak mungkin mendapatkan keuntungan secara konsisten.” Jadi, siapa yang salah dalam hal ini?
Jadi apa yang kita pelajari sejak Ponzi ditangkap 100 tahun lalu? Tampaknya sedikit. Tahun lalu penegak hukum Amerika Serikat menemukan 60 skema Ponzi utama, dengan korban menginvestasikan $3,25 miliar dalam penipuan ini. Di Indonesia, kita pun sering mendengar berita mengenai orang yang tergiur investasi yang memberikan keuntungan fantastis dalam waktu singkat.
Bahkan setelah satu abad penangkapan Charles Ponzi, tampaknya kita tidak belajar banyak dari pengalaman yang sudah ada.
Source | : | Time |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR